Renungan Kristen; Orang Percaya Yang Menyadari Keberadaannya Di Dalam Kristus
Upah dari pemusatan pikiran yang benar adalah keputusan tegas secara sengaja untuk tidak ingin tertarik kepada apapun yang tidak berguna atau tidak perlu bagi kehidupan batin kita. Thomas Merton
Pada zaman alkitab orang-orang sudah biasa bermeditasi. Meditasi
dilakukan seperti halnya mereka bernafas. Namun pada hari ini situasinya
berbeda. Kata meditasi itu sendiri bisa didengar, tetapi makna yang dikaitkan
dengan kata itu sangat jauh berbeda dengan pemikiran Kristen.
Meditasi dimengerti seperti mengosongkan pikiran dan menyatukan diri
dengan kesadaran kosmik dan banyak lagi. Di dalam pemikiran Kristen,
pengosongan pikiran juga ada tetapi mengosongkan pikiran dari semua hal yang
berlawanan dengan jalan Kristus.
Bagian dalam dari cawan harus dibersihkan terlebih dahulu, sesuai dengan
yang Yesus ajarkan kepada kita (Mat 23:26). Penekanan dari pengajaran
Kristen mengenai meditasi berfokus pada pemenuhan pikiran dan hati kita dengan
Allah, pencipta segala sesuatu. Perhatikan perkataan dari Frederick W.
Faber berikut;
Hanya berdiam dan berpikir tentang Allah,
Oh betapa indahnya!
Memikirkan pikiran tersebut,
Mengucapkan nama tersebut;
Tidak ada berkat yang lebih tinggi dari itu di dunia
ini.
Tradisi melakukan meditasi sudah berlangsung lama dan sangat penting di
sepanjang sejarah gereja. Namun pada hari ini pengajaran dan praktek yang
serius dari perpektif Kristen mengenai meditasi sangatlah kecil, bahkan mungkin
sudah hilang sama sekali. Maka banyak orang akan sangat tertolong dengan
penjelasan sederhana dari tiga langkah dasar menuju kepada doa meditasi. Bagian
ini akan berfokus Rekoleksi (menenangkan diri dan memusatkan pikiran).
Rekoleksi
Rekoleksi berkaitan dengan pengintegrasian diri sampai kita menyatu atau
menjadi utuh. Ide dari istilah itu adalah melepaskan semua gangguan yang
menghalangi sampai kita bisa sepenuhnya sadar akan keberadaan kita. Terkadang
memusatkan pikiran kita pada suatu frase atau perikop singkat dalam kitab suci
dapat menolong kita dalam melakukan rekoleksi.
Evelyn Underhill memperhatikan bahwa “Dalam rekoleksi …. Ada suatu
renungan yang ditetapkan oleh orang Kristen dalam pikiran mereka yaitu salah
satu nama atau atribut dari Allah suatu bagian bacaan tertentu dari kitab suci,
suatu peristiwa dalam hidup Kristus dan mengijinkan – bahkan mendorong –
pemikiran, ide bahkan perasaan yang mengalir sebagai hasil dari perenungan itu
untuk memenuhi seluruh medan mental mereka.
Ijinkan saya memberi peringatan sebelumnya kepada anda; rekoleksi tidak
dapat terjadi secara mudah atau cepat. Kita umumnya hidup dalam suatu kehidupan
yang terpecah dan tidak utuh sehingga rekoleksi menjadi suatu dunia yang asing
bagi kita. Pada saat kita dengan sungguh-sungguh berusaha untuk berkonsentrasi,
kita menjadi sangat menyadari betapa sulitnya memusatkan pikiran kita.
Evelyn Underhill menulis, seperempat bagian dari satu jam dihabiska
untuk usaha agar bisa bermeditasi, ini jelas merupakan waktu untuk berperang.
Ini seharusnya bisa menyakinkan anda betapa tidak serasinya betapa bodohnya
kita dalam memusatkan perhatian, betapa sangat tidak efektifnya kemauan anda,
betapa jauh anda dari menjadi penguasa jiwa anda sendiri.
Salah seorang guru yang sangat bijaksana yang mengajarkan rekoleksi
adalah Romano Guardini. Dia memberi penjelasan yang sangat baik mengenai
pembahasan kita saat ini sehingga lebih baik kita mendengar nasehatnya secara
keseluruhan;
Doa harus dimulai dari rekoleksi. Seperti yang telah saya katakana sebelumnya, ini tidak mudah untuk dilakukan. Betapa kurangnya kita dalam hal ini akan langsung kita sadari ketika akan melakukan langkah pertama. Pada waktu kita berusaha untuk menguasai diri kita sendiri, kegelisahan akan semakin meningkat, ini seperti sikap kita pada malam hari, saat kita berusaha untuk tidur, berkonsentrasi atau sedang memiliki keinginan yang besar.
Kegelisahan itu menyerang kita dengan daya yang lebih kuat daripada saat pagi hari. Pada waktu kita ingin benar-benar berkonsentrasi penuh, kita merasakan betapa kuatnya suara-suara yang berusaha untuk mengganggu kita. ketika kita berusaha untuk mengutuhkan diri dan berusaha untuk bisa menguasai diri, saat itu kita mengalami dampak penuh dan arti sesungguhnya dari gangguan tersebut …. Segala sesuatu bergantung pada pencapaian rekoleksi ini.
Tidak ada usaha untuk mencapai hal ini yang bisa dibilang sia-sia. Dan meskipun seluruh waktu dalam doa kita digunakan untuk mencapai hal ini, waktu itu sudah kita gunakan dengan baik. Karena rekoleksi sendiri itu adalah suatu doa …… terakhir, meskipun awalnya kita hanya mencapai pengertian bahwa kita sangat kurang dalam harmoni atau kesatuan batin, pada akhirnya akan ada manfaat yang didapat, karena pada akhirnya kita akan bertemu dengan suatu inti yang tidak mengenal gangguan.
Sebagai pengalaman pertama untuk melakukan rekoleksi kita perlu memiliki
sikap tubuh yang nyaman, kemudian secara perlahan dan berhati-hati membiarkan
semua ketegangan dan kekwatiran terlepas. Kita akan semakin menyadari kehadiran
Allah di tempat itu. Jika perlu kita bisa membayangkan Kristus sedang duduk di
sebuah kursi di depan kita, karena memang Dia benar-benar hadir pada saat itu.
Jika kegelisahan atau gangguan muncul, kita perlu meletakkannya ke dalam
tangan Bapa, membiarkan Allah bekerja. Ini tidak menekan pergolakan yang ada di
dalam batin tapi melepaskannya. Tekanan menyiratkan adanya suatu halangan,
pengekangan, sedangkan dalam melakukan rekoleksi kita sedang membebaskan,
melepaskan.
Rekoleksi lebih dari suatu relaksasi netral dalam psikologi. Rekoleksi
adalah suatu tindakan penyerahan aktif, “menyerahkan diri kepada providensi
Allah” menggunakan frase Jean – Pieere de Caussade.
Oleh sebab itu Tuhan saat itu hadir bersama kita oleh karena itu kita
bisa tenang dan membiarkan semua hal yang lain, karena ketika kita berada di
hadirat Allah tidak ada hal lain yang lebih berarti, tidak ada yang lebih
penting daripada mengarahkan diri kepada Allah.
Kita membiarkan gangguan dan halangan dala batin kita meleleh seperti
salju yang kena teriknya sinar matahari. Kita membiarkan Allah menenangkan
badai yang sedang mengamuk di dalam batin. Kita membiarkan hardikan Allah yang
menenangkan angin ribut, menenangkan hati kita yang dilanda badai.
Menyerahkan Diri Dengan Rela
Ada beberapa hal yang terjadi di dalam proses rekoleksi. Pertama ada
suatu penyerahan diri yang rela kepada Dia “yang ada dan yang sudah ada dan
yang akan datang, Yang MahaKuasa – (Wah 1:8). Kita menyerahkan kendali hidup
dan tujuan hidup kita kepada Dia. Di dalam tindakan sengaja kita memutuskan
untuk melakukan segala hal dalam jalan Allah bukan jalan kita.
Kita menyerahkan kepemilikan kita dan mengundang Allah memiliki kita
sehingga kita benar-benar disalibkan bersama dengan Kristus dan dapat hidup
untuk Allah saja (Gal 2:19-20). Kita menyerahkan ke dalam tangan Allah
ambisi-ambisi kita untuk semakin besar dan dihormati, semakin kaya dan semakin
berkuasa, semakin seperti orang suci dan semakin berpengaruh.
Kita menyerahkan kecemasan dan kekwatiran kita. Serahkanlah segala
kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu, kata Petrus (1 Pet
5:7). Dan kita melakukan semua itu karena kita merasakan kasih dan perhatian
Allah kepada kita. Kita dimampukan untuk menyerahkan keinginan menjadi yang
terutama karena kita memiliki Dia yang menjadi terutama bagi kita.
Sebagai alat bantu kita mungkin bisa membayangkan suatu kotak yang
menjadi tempat meletakkan semua kekuatiran dan kecemasan kita. Ketika kotak itu
penuh, kita membungkusnya, meletakkan pita yang besar diatasnya dan memberikan
itu sebagai hadiah kepada Bapa di surga.
Allah menerima dan kita tidak boleh mengambilnya kembali, karena
mengambil hadiah yang sudah diberikan tidaklah sopan. Kita menyerahkan maksud
dan niat baik kita karena itupun dapat menghasilkan benih kesombongan dan
keangkuhan. Sebelum mati Bunda Teresa di Kalkuta pernah berkata “Doakan saya
agar tidak melepaskan genggaman saya pada Yesus meskipun saya sedang melayani
orang miskin.”
Perkataannya ini memberi kita wawasan yang dalam, karena jika kita “melepaskan
genggaman kita pada tangan Yesus,” kita telah kehilangan segala sesuatu. Maka
kita perlu menyerahkan segala gangguan – meskipun itu gangguan yang baik –
sampai kita tiba ke pusat.
Semangat Untuk Bertobat Dan Mengaku Dosa
Hal kedua yang muncul di dalam diri kita ketika kita belajar melakukan
rekoleksi adalah munculnya semangat untuk bertobat dan mengaku dosa. Tiba-tiba
kita menjadi sadar – sangat menyadari akan kekurangan dan dosa kita yang banyak. Semua
alasan yang kita buat menjadi lenyap, semua pembenaran diri tidak berarti lagi.
Suatu kedukaan kudus muncul dari dalam batin karena dosa yang kita
lakukan maupun dosa karena kita lalai melakukan sesuatu. Setiap tindakan dan
pikiran yang tidak lulus dari terang Kristus yang menerangi, menjadi hal yang
menjijikan bagi Allah dan juga bagi kita.
Maka menundukkan diri di bawah salib Kristus kita mengakui kekurangan
kita dan menerima perkataan pengampunan-Nya yang murah hati. Anda mungkin
bertanya apakah Tuhan memang membutuhkan pengakuan kita karena Allah sudah
mengetahui segala sesuatu, itu benar tapi seperti kata Soren Kierkegaard, “Bukan
Allah, anda pembuat pengakuan tersebut yang perlu mengetahui sesuatu melalui
tindakan pengakuan anda tersebut.”
Dan apa yang perlu kita ketahui? Salah satunya kita belajar banyak
mengenai hati kita sendiri. Salah satu alasan mengapa kita tidak bisa mengatur
hati kita sendiri adalah ketidakmengertian akan kedalaman hati manusia,
terutama hati kita sendiri. tetapi ketika kita melakukan pengakuan, Allah dapat
membukakan satu lapisan lagi dari hati kita dan memberi kita kilasan hal – hal yang
tidak diketahui tentang diri kita sendiri.
Ini merupakan salah satu bagian dari proses transformasi hati manusia. Saya
perlu menambahkan bahwa tidak hanya dosa, keburukan dan kejahatan yang
dinyatakan melalui pengakuan kita, tetapi juga kebaikan, terang dan hidup yang
mungkin tidak diketahui dengan suatu usaha kita sendiri.
Gordon Cosby, pastor terkenal dari Church Of The Savior di Washington D.C, pernah menulis, “pengakuan dosa terkait dengan membuka dan menyatakan di hadapan Allah kegelapan yang ada di dalam diri kita; pengakuan dosa juga terkait dengan membuka dan menyatakan di hadapan Allah kegelapan yang ada di dalam diri kita; pengakuan dosa juga terkait dengan membuka dan menyatakan di hadapan Allah terang di dalam batin yang sedang merebak keluar dan semakin cemerlang. Tanpa waktu persiapan untuk pengakuan dosa, tidak ada keheningan sejati yang terjadi.”
Untuk membantu kita melakukan pengakuan dosa, kita bisa membayangkan sebuah
jalan yang dikotori dengan bebatuan. Sebagian berupa kerikil kecil, sebagian yang
lain cukup besar dan sebagian lainnya hampir terkubur sepenuhnya sehingga kita
tidak bisa mengetahui ukurannya.
Dengan hati yang menyesal kita mengundang Tuhan untuk menyingkirkan
setiap batu, karena bebatuan itu benar-benar mewakili dosa-dosa dan kepedihan
yang mengotori kehidupan kita. Satu demi satu Tuhan yang Maha Kasih mengambil
batu-batu itu, menyatakan kepada kita batu seperti apa itu dan kerusakan yang
sudah dibuatnya.
Di mata kita sebagian terlihat besar dan sebagian
lainnya terlihat kecil, tetapi Tuhan menolong kita untuk mengerti bahwa ketika
Dia mengangkat batu yang kecil beratnya sama seperti batu yang paling besar. Beberapa
batu yang mewakili dosa yang kita lakukan perlu digali agar bisa dikeluarkan.
Meskipun ini menyakitkan, hal tersebut mendatangkan
kesembuhan. Ketika kita melihat jalannya sudah bersih sepenuhnya, kita
bersukacita dalam pekerjaan Allah yang murah hati ini.
Menerima Jalan Allah
Realitas ketiga yang terjadi di dalam hati kita ketika kita melakukan
rekoleksi adala penerimaan akan jalan Allah dalam diri kita. Anda akan
menyadari bahwa mengasihi Allah adalah satu hal, sedangkan mengasihi jalan Allah
adalah hal yang berbeda. Alkitab menjelaskan bahwa jalan Allah bukanlah jalan
kita, bahwa pikiran Allah bukanlah pikiran kita (Yes 55:8). Perikop ini melanjutkan
dengan menjelaskan jalan Allah;
Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya (TB).
"Sebagaimana hujan dan salju yang turun dari langit tidak kembali sebelum membasahi bumi sehingga biji-biji bertumbuh dan berbunga, lalu menghasilkan benih bagi petani dan makanan bagi yang lapar, demikian juga firman-Ku, yang keluar dari mulut-Ku: Semuanya tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, melainkan selalu melakukan apa yang Kuingini, dan berhasil dalam apa pun yang Kusuruhkan kepadanya (FAYH). Yesaya 55:10-11
Jalan Allah seperti hujan dan salju yang turun dari langit dan mengairi
bumi ….. dan menghasilkan kehidupan. Betapa berbedanya dengan jalan kita, yang
terlihat ingin membuka kepala orang lain dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya!
namun, seperti yang anda lihat, jalan Allah itu penuh kesabaran dan kasih,
penuh kasih karunia dan belas kasihan.
Jalan kita penuh dengan keingina untuk menguasai dan mengontrol, penuh
dengan manipulasi dan kelicikan. Dengan pengetahuan batin yang lahir dari
persahabatan yang lahir dari Yesus, kita mulai melihat bahwa jalan Allah itu baik
adanya. Ketidaksabaran kita, pemberontakan kita, penolakan kita berubah menjadi
penerimaan terhadap dorongan-dorongan kudus.
Ini bukan semacam model penyerahan diri orang Stoa kepada “kehendak
Allah.” Ini merupakan penyerahan diri ke dalam arahan Roh Kudus. Ini merupakan
pengakuan bahwa segala perintah Allah dilakukan “supaya senantiasa baik keadaan
kita” (Ul 6:24).
Ini merupakan penolakan terhadap jalan kita dan menerima jalan Allah,
tidak dengan bersungut-sungut tetapi karena kita tahu bahwa jalan Allah lebih
baik dari jalan kita. untuk membantu kita memahami jalan Allah, kita bisa
membayangkan diri kita berada di suatu pantai yang indah dan sedang
memperhatikan jejak langkah kaki Allah di pasir.
Secara perlahan kita mulai menempatkan jejak kaki kita diatas jejak kaki
Allah tersebut. Di beberapa tempat jejak langkah kaki-Nya lebih Panjang dari jejak
langkah kita; di tempat lain jejak tersebut terlihat pendek sehingga terlihat
seperti jejak kaki anak. Di dalam hikmat yang tidak terbatas Allah mendorong
kita melakukan langkah yang Panjang ketika diperlukan dalam perjalanan yang
berbahaya, menahan langkah kita ketika kita membutuhkan perhatian dan
ketenangan yang lebih besar.
Ketika kita mengikuti pimpinan Allah, kita semakin mengerti langkah
Allah, belok ketika kita berbelok menerima jalan Allah dan menemukan kalau jalan
Allah itu sepenuhnya baik.
Apakah kita menyadari dimana kita berada? Sayangnya, kita harus mengakui
bahwa sering kali kita sedang berada jauh dari tempat kita berada. Mungkin pikiran
kita sedang memikirkan permasalahan di kantor ketika kita seharusnya
memperhatikan anak-anak kita.
Atau, kita secara mental dan emosi sedang berada dalam suatu liburan
memancing ketika kita seharusnya memperhatikan orang-orang yang berada di
sekitar kita. Atau ketika kita berdoa, kita berada di tempat lain dan bukan
berada di hadirat Allah.
Rekoleksi adalah salah satu aspek dari doa meditasi yang dapat membantu
kita semakin menyadari di mana kita seharusnya berada. Ketika hal ini sudah
menjadi pola hidup, kita akan menemukan diri kita semakin hidup, semakin
lengkap dan semakin utuh di dalam Kristus.
Disadur dari ………………………………
Buku Sanctuary Of The Soul (Tempat Perlindungan Bagi Jiwa)
Penulis Richard J. Foster
Diterjemahkan oleh Literatur Perkantas Jawa Timur
Halaman 53-61
Posting Komentar untuk "Renungan Kristen; Orang Percaya Yang Menyadari Keberadaannya Di Dalam Kristus"