Saat Teduh - Renungan Harian Dan Makna; Markus 15:32 - Matius 27:46 "Diselamatkan Bersama-Sama Dengan Kristus" Oleh Erick Sudharma
Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?(TB). Dan pada pukul tiga sore, Yesus berteriak dengan suara yang keras, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" yang berarti, "Ya Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapakah Engkau meninggalkan Aku?" (BIMK). Mar 15:34
Pukul tiga sore, Yesus berteriak dengan suara keras, "Eli, Eli, lama sabakhtani?" yang berarti, "Ya Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapakah Engkau meninggalkan Aku?" (BIMK). Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (TB). Mat 27:46
Pada hari jumat tanggal 15 bulan Nisan, sejak jam Sembilan pagi, Yesus
dipaku di kayu salib di luar tembok kota Yerusalem. Dan selama tiga jam
berikutnya, sampai jam 12 siang, tubuh yang sangat letih dan sakit itu
dipanggang oleh sinar matahari Palestina yang terik.
Peluh-Nya bercucuran, mengalir masuk ke dalam luka-luka di kepala dan
tubuh-Nya. juga ke dalam lubang-lubang di kedua tangan dan kaki-Nya, yang
tembus oleh paku-paku besi. Bercampurlah keringat dengan darah. Menghasilkan
keperihan, kenyerian dan kesakitan yang tak terlukiskan dari ujung rambut
sampai ujung kaki.
Penderitaan yang dialami oleh Yesus demikian dahsyat. Sengsara-Nya
begitu dalam. Sementara tubuh-Nya terkoyak, jiwa-Nya juga tercabik-cabik. Di
kayu salib, Ia mendengar semua ejekan yang datang kepada diri-Nya, cemoohan dan
hujatan yang dilontarkan kepada-Nya.
Selama tiga jam, keringat yang bercampur darah, paku-paku besi dan
luka-luka yang menganga menyiksa tubuh Yesus. Selama tiga jam pula, ratusan
bahkan ribuan ejekan, cemoohan dan hujatan menyengsarakan jiwa-Nya. Mendadak
seperti disaksikan oleh alkitab “kegelapan menyeliputi seluruh daerah itu dan
berlangsung sampai jam tiga” (Mar 15:33; Mat 27:45).
Pada saat itu terdengarlah ucapan Yesus yang keempat di kayu salib.
Sebuah seruan yang menyanyat hati dan sekaligus mengejutkan sanubari: “Eloi,
Eloi lama sabakhtani?” artinya “Allaku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?”
Sampai dengan saat ini, ada saja yang melihat di dalam ucapan ini sebuah
kemungkinan yang menyedihkan. Bahwa Yesus tidaklah seagung yang dipikirkan oleh
gereja. Contohnya, E. P. Sanders, ia menuliskan bahwa;
Adalah mungkin, bahwa Yesus meneguk cawan anggur terakhir dan
menubuatkan, bahwa Ia akan meminumnya lagi dalam kerajaan, Ia berpikir, bahwa
kerajaan itu akan tiba segera. Setelah Ia berada di kayu salib selama beberapa
jam, Ia putus asa dan berteriak bahwa Ia telah ditinggalkan.
Sekalipun Sanders juga berkata, bahwa pendapatnya itu hanya sebuah
spekulasi dan salah satu penjelasan yang mungkin. Padahal, jika ucapan Yesus
benar-benar memuat kemungkinan tersebut, jelas para penulis injil tidak akan
memasukkannya ke dalam tulisan-tulisan mereka.
Mengapa? Karena jelas akan mendiskreditkan Kristus yang sedang mereka
beritakan. Dan dengan demikian, akan merugikan pemberitaan itu sendiri. Kalau
begitu mengapa ucapan yang sangat kontroversial ini dilaporkan oleh para
penulis injil? Apa signifikansinya bagi gereja (individu yang telah ditebus
oleh-Nya dengan darah-Nya).
Saat Yang Paling Kejam
Saat Yesus mengucapkan ucapan keempat-Nya di kayu salib adalah saat yang
paling kejam di sepanjang hidup-Nya. ucapan itu mengikuti sebuah peristiwa
ajaib. Alkitab berkata “Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah
itu dan berlangsung sampai jam tiga” (Mrk 15:33; Mat27:45). Apa arti peristiwa
yang sangat ganjil tersebut?
Yang pasti, kegelapan yang terjadi pada saat Yesus disalibkan adalah
peristiwa alam biasa. Bukan karena awan tebal yang menutupi matahari, tanda
hujan tercurah sebentar lagi dengan deras, karena memang setelah itu tidak
turun hujan. Bukan juga gerhana matahari, karena gerhana matahari tidak mungkin
berumur sampai tiga jam.
Lagipula paskah Yahudi jatuh tepat pada waktu bulan purnama, sedangkan
gerhana matahari tidak terjadi pada waktu bulan purnama. Ditambah dengan
kenyataan bahwa kegelapan itu terjadi mulai jam dua belas siang, kala matahari
mencapai puncak ketinggian dan sedang terik-teriknya.
Para penulis injil hanya melaporkan terjadinya kegelapan, tanpa
menunjukkan sebabnya. Kalau begitu yang ditekankan disini adalah simbolisme.
Perlambangan, kegelapan itu merupakan sebuah tanda dari langit. Pertanyaannya
tanda tentang apa?
Gagasan matahari terbenam pada tengah hari merupakan sebuah lukisan
apokalipsis untuk masa berduka dan meratap yang digunakan, misalnya dalam Amos
8:9 “Pada hari itu akan terjadi, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku akan
membuat matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari
cerah.”
Kegelapan juga merupakan sebuah metafora umum bagi penghakiman yang akan
datang pada “hari Tuhan” (bdg Yoel 2:1-2 “… sebab hari Tuhan datang,…..suatu
hari gelap gulita dan kelam kabut, suatu hari berawan dan kelap pekat…..Zef 1:5
“Hari kegemasan hari itu, hari kesusahan dan kesulitan, hari kemusnahan dan
pemusnahan, hari kegelapan dan kesuraman, hari berawan dan kelam).
Tetaplah menyimpulkan, bahwa kegelapan yang terjadi ketika Yesus
disalibkan adalah tanda tentang hukuman Allah atas dosa. Pertanyaannya hukuman
bagi siapa dan karena dosa apa dan siapa?
Perhatikan baik-baik. Kegelapan yang merupakan tanda bahwa hukuman ilahi
sedang dijatuhkan atas dosa terjadi setelah tiga jam peragaan kekejaman manusia
atas diri Yesus yang tersalib. Alkitab melaporkan bahwa sepanjang jam Sembilan
sampai dengan jam dua belas, Anak Allah yang tidak berdosa diejek, dicemooh dan
dihujat oleh para pendosa.
Injil Markus dan injil Matius melaporkan tiga kelompok manusia yang
berbuat keji kepada sang Mesias. Pertama mereka yang cuman lewat disana. Kedua
mereka yang sengaja hadir di sana. Ketiga mereka yang dipaksa hadir di sana.
Alkitab melaporkan, “orang-orang yang lewat disana menghujat Dia, dan
sambil menggelengkan kepala mereka berkata; Hai Engkau yang mau merubuhkan bait
suci dan yang mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu
dan selamatkanlah diri-Mu” (Mrk 15:29-30; Mat 27:39-40).
Betapa kejamnya kenyataan ini! Bayangkan, mereka cuman lewat disana. Artinya
mereka sedang menuju satu tempat dan kebetulan melewati golgota. Mereka tidak
tahu duduk perkata Tuhan Yesus. Mengapa Ia disalibkan? Apa kesalahan-Nya, sehingga
Ia disalibkan? Mereka tidak tahu sama sekali.
Seharusnya mereka diam saja, tidak usah berkomentar apapun. Namun,
ternyata mereka tidak cuman berkomentar, mereka bahkan berani dan tega
menghujat-Nya. Siapa mereka? kita tidak dapat memastikan. Tetapi, yang pasti
mereka tidak tertarik pada hal-hal mengenai keagamaan. Sementara seluruh Yerusalem
memusatkan perhatian mereka kepada sosok Yesus yang disalibkan, mereka tetap
memusatkan perhatian pada urusan-urusan mereka. Sementara orang banyak hadir di
Golgota, mereka cuman melewatinya.
Yang pasti juga, mereka pernah melihat wajah Yesus. Digunakannya kata “hai”
disini tidaklah tepat. Dalam teks Yunani digunakan kata oua, sebuah kata
seru yang menyatakan keheranan, entah benar atau hanya pura-pura. Terjemahannya
“ah” atau “ha” bisa jadi waktu pertama kali melihat wajah siapa yang terpaku di
kayu salib mereka terkejut.
“Ah ternyata Dia! orang yang pernah berkata, “Rombak bait Allah ini, dan
dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yoh 2:19). Tetapi selanjutnya,
ketika mereka menyaksikan kondisi-Nya yang begitu menyedihkan, mereka mulai
mengejek, “Ah, orang yang mau merubuhkan bait suci dan mau membangunnya kembali
dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkanlah diri-Mu!”.
Bisa jadi mereka adalah orang-orang Yahudi yang menyaksikan tindakan
Yesus mengusir para pedagang yang menjadikan bait Allah ladang bisnis mereka. Malahan,
mungkin sekali mereka adalah para pedagang itu sendiri. Kalau benar, maka saat
itu merupakan kesempatan bagi mereka untuk membalas dendam kepada Yesus. Bayangkan
wajah, perilaku dan ucapan mereka di sekitar salib!
Sampai disini muncul pertanyaan, kalau benar bahwa mereka adalah para pedagang
yang hadir di bait Allah, mengapa mereka tidak tertarik kepada hal-hal tentang
keagamaan? Jawabannya, apakah mereka yang hadir di bait Allah pasti orang-orang
yang sungguh-sungguh beribadah kepada Allah? Bukankah pada kenyataanya banyak
orang datang ke bait Allah dengan hati dan pikiran yang tidak tertuju kepada
Allah?
Bukankah selalu ada yang kegereja hanya secara mekanis? Untuk melepaskan
diri dari rasa bersalah? Untuk mendapat rezeki? Atau seperti orang-orang yang
lewat di Golgota, untuk menjadikan bait Allah ladang bisnis? Sama seperti
mereka Cuma lewat di Golgota, mereka cuman “lewat” di bait Allah, karena tujuan
kehadiran disana bukan untuk menyembah Allah, tetapi mengeruk keuntungan pribadi.
Bagaimana dengan anda dan saya?
Kembali kepada sosok Yesus. Bayangkan perasaan-Nya ketika menyaksikan mereka
yang lewat menghujat-Nya. Sekalipun berat dan susah, kita mungkin mampu untuk
menerima kritikan dari orang yang mengetahui duduk perkara kita. Tetapi, bagaimana
kalau kritikan itu datang dari orang yang tidak tahu apa-apa tentang diri kita?
Di kayu salib Yesus bukan Cuma dikritik. Ia bahkan dihujat. Dan bukan
oleh orang-orang yang mengetahui duduk perkara-Nya. Mereka cuman lewat di
golgota. Betapa kejam dan menyakitkannya kenyataan ini. Dan betapa besarnya
dosa mereka kepada anak Allah yang tidak berdosa!
Kelompok manusia kedua adalah mereka yang sengaja hadir disana. Mereka adalah
para elit agama. Alkitab berkata “…. Imam-imam kepala bersama-sama ahli Taurat
mengolok-olokkan Dia diantara mereka sendiri dan mereka berkata: orang lain Ia
selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah Mesias,
raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita dapat lihat dan percaya” (Mrk
15:31-32; Mat 27:42-43).
Betapa kejamnya perlakuan mereka terhadap Yesus! Sebaliknya dari
menyesal karena memfitnah dan terlibat dalam konspirasi kotor untuk membunuh
anak Allah yang tidak berdosa, mereka malah menambah dosa mereka dengan mengolok-olokkan
Dia diantara mereka.
Mereka bukan hanya membunuh-Nya, tetapi juga menginjak-injak martabat-Nya.
Benar-benar kejam. Dosa sudah benar-benar menguasai mereka. Tak tampak sedikitpun
perasaan takut akan Allah dalam diri mereka.
Kelompok manusia ketiga adalah mereka yang dipaksa hadir disana. Mereka adalah
para perampok. Alkitab berkata “Bahkan kedua orang yang disalibkan bersama-sama
dengan Dia mencela Dia juga (Mrk 15:32b).
Betapa kejamnya perlakuan mereka terhadap Yesus! Sebaliknya dari menyesali
segala dosa dan kejahatan yang telah mereka perbuat dan menyeret mereka ke kayu
salib, mereka malah memperpanjang daftar kejahatan mereka dengan mencela anak
Allah yang tidak berdosa.
Salah satu penjahat memang pada akhirnya bertobat dan menyerahkan diri
kepada Yesus. Kenyataan ini tentu menggirangkan hati sang Mesias dan membuahkan
sebuah janji agung dari-Nya; “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga
engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43). Bagaimana dengan
penjahat lainnya? mungkin sekali ia tetap menghujat-Nya?
Kembali kepada pertanyaan tadi. Kegelapan yang terjadi ketika Yesus
disalibkan adalah tanda tentang hukuman Allah atas dosa. Tetapi hukuman bagi
siapa dan karena dosa apa dan siapa? kenyataan bahwa kegelapan itu merupakan
tanggapan ilahi atas segala kekejaman yang di perbuat oleh orang-orang yang
berhati iblis di golgota.
Kegelapan itu adalah tanda hukuman Allah bagi manusia berdosa karena
segala dosa mereka. Dan dosa terbesar apakah yang diperbuat oleh manusia
terhadap Allah? Tidak lain daripada menolak dan menghina Yesus yang diutus oleh
Allah. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada menghina salib dan segala
sengsara yang ditanggung oleh Yesus.
Karena alkitab berkata “Barangsiapa tidak menghormati Anak, Ia juga
tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia” (Yoh 5:23). Tidak ada dosa yang
lebih besar daripada tidak percaya kepada Yesus. Karena alkitab berkata “Inilah
pekerjaan yang diikendaki oleh Allah, yaitu hendak-Nya kamu percaya kepada Dia
yang diutus Allah” (Yoh 6:29). Juga, “…..barangsiapa menolak Aku, ia menolak
Dia yang mengutus Aku (Luk 10:16).
Selama tiga jam kegelapan meliputi seluruh daerah itu, sebuah tanda
tanya besar muncul dalam pikiran orang-orang yang hadir disekitar salib. Apa artinya
ini? Kalau ini tanda tentang hukuman ilahi yang sedang dijatuhkan, siapa yang
sedang dihukum? Dosa apa dan siapa yang sedang dimurkai? Selama tiga jam, tidak
ada jawaban pasti bagi semua pertanyaan itu.
Tidak ada satupun mata yang mampu melihat siapa yang sedang dihukum oleh
Allah pada saat itu. Yang ada hanyalah kesunyian dan tanda besar dalam diri sekalian
yang hadir di golgota.
Sampai akhirnya, sebuah seruan yang menyayat hati memecah keheningan
yang menakutkan, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani? Artinya “Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?” maka terjawablah pertanyaan; siapa yang
sedang dihukum oleh Allah? Tidak lain daripada Yesus yang terpaku di kayu
salib!
Tetapi, dosa apa dan siapa yang sedang dimurkai? Kejahatan apa yang
telah Yesus perbuat, sehingga Ia harus menerima hukuman ilahi? Bukankah Yesus
tidak bersalah sama sekali? Bukankah yang berbuat dosa adalah mereka yang lewat
disana sambil menghujat-Nya, para elit agama yang sengaja hadir disana untuk
mengolok-olokkan Dia dan para penjahat yang dipaksa hadir disana dan mencela-Nya?
Benar, dosa merekalah yang sedang dimurkai.
Lalu, mengapa Yesus yang dihukum? Firman Tuhan menjawab, “karena Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mrk 10:45). Saat Yesus
mengucapkan ucapan keempat-Nya di kayu salib adalah saat yang paling kejam di
sepanjang hidup-Nya. Saat Ia menanggung hukuman Allah atas segala dosa dan
kejahatan yang mereka perbuat terhadap diri-Nya di golgota.
Merenungkan kebenaran ini, kita hendaknya sangatlah terharu. Sama seperti
mereka yang cuman lewat di Golgota, para elit agama yang sengaja hadir disana
dan para penjahat yang dipaksa hadir disana dan anda dan saya yang telah banyak
berbuat dosa kepada-Nya. Dan hukuman ilahi atas semua dosa dan kejahatan kita
ditanggung-Nya di Calvari. Dengan gemetar kita mulai bernyanyi;
Mengapa Yesus meninggalkan surga,
Masuk dunia g’lap penuh dosa
Mengapa Yesus bergumul di taman
Minum cawan pa’it dengan rela
Mengapa Yesus menderita di salib
Dan mahkota duri pun dipakai-Nya
Mengapa Yesus mati bagi saya,
Kasih-Nya, ya kar’na kasih-Nya.
Penderitaan Yesus Tidak Dapat Dimengerti Secara Tuntas
Yesus berseru, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” artinya, “Allah-Ku, Allah-Ku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?” F. F. Bruce berkomentar tentang ucapan ini; “This
is the hardest of all the hard sayings.” Ini adalah ucapan yang paling sulit
dimengerti dari seluruh ucapan (Yesus) yang sulit dimengerti.”
Tidak mungkin manusia dapat mengerti secara tuntas ucapan Yesus yang keempat
ini. Mengapa? Karena kesulitan untuk mengertinya bukan terletak pada isinya,
karena isinya jelas tidak istimewah. Bukankah dalam hidup kita ini kita telah
sering mendengar ucapan-ucapan yang sejenis? Atau bahkan mengucapkan
ucapan-ucapan yang sejenis?
Kesulitan untuk mengertinya bukan terletak pada isinya, tetapi pada
kenyataan siapa yang mengucapkannya. Bukan manusia yang berdosa, tetapi Anak
Allah yang Mahasuci. Benar apa yang dikatakan oleh Bruce “if it is a hard saying
for the reader of the gospels, it was hardest of all for our Lord himself” – “Jika
ini merupakan sebuah ucapan yang sulit dimengerti bagi para pembaca Injil,
terlebih lagi bagi Tuhan kita sendiri.”
Mengapa Yesus mengucapkan seruan yang begitu menyedihkan? Karena Allah
meninggalkan-Nya. Apa arti meninggalkan disini? Jelas bukan berarti Allah tidak
lagi berkenan kepada-Nya, karena jalan yang dipilih-Nya adalah jalan Allah sendiri.
Peristiwa Getsemani menegaskannya. Cawan penderitaan itu adalah kehendak Allah
sendiri. Kalau begitu, apa arti meninggalkan disini? Tidak lain daripada membiarkan-Nya
menderita tanpa memberi pertolongan sama sekali. Seperti yang dikatakan oleh
Pemazmur “Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku” (Maz
22:2b).
Menderita karena apa? Karena paku-paku besi yang memecahkan daging-Nya
dan menghancurkan tulang-tulang-Nya. Benar. Juga karena paku-paku penghiatan,
ejekan, cemoohan, dan hujatan yang mencabik-cabik jiwa-Nya. Benar. Tetapi,
diatas semuanya itu, karena murka ilahi atas semua dosa dan kejahatan manusia
ditimpahkan secara penuh kepada-Nya.
Kebenaran ini telah dijelaskan diatas. Itu berarti persekutuan-Nya yang
sangat intim dan sempurna dengan Bapa-Nya, yang dinikmati-Nya sejak kekekalan,
untuk sementara waktu terputus. Betapa menyakitkan dan menyengsarakan!
Kalau begitu, mengapa “mengapa”? mengapa Yesus berseru “mengapa”?
bukankah Ia sejak awal telah mengetahui konsekuensi dari jalan yang telah
dipilih-Nya? Bukankah Ia sudah berapa kali menubuatkan penderitaan dan
kematian-Nya kepada murid-murid-Nya? bukankah Ia telah menyadari sebelumnya,
bahwa ketika Ia memikul semua dosa manusia hubungan-Nya dengan Bapa-Nya akan
terputus?
Lalu, mengapa berseru “mengapa”? apakah seruan itu menunjukkan penyesalan-Nya?
Jelas tidak! Para sarjana pada umumnya sepakat, bahwa ucapan ini dikutip dari
Mazmur 22:2a. Bukan dari teks Ibraninya, tetapi merupakan ungkapan aramiknya. Dan
ucapan dalam Mazmur tersebut bukanlah ucapan yang menyuarakan penyesalan,
apalagi keputusasaan.
Karena sekalipun diawali dengan seruan yang menyayat hati, sesungguhnya Mazmur
22 merupakan ungkapan iman dan syukur. Pertolongan Allah yang lama sekali dinanti-nantikan
tak kunjung tiba, akhirnya datang. Kalau begitu, mengapa Pemazmur berseru “mengapa”?
mengapa Kristus berseru “mengapa”? jawabannya sederhana, sekalipun mustahil
untuk dimengerti secara tuntas.
Penderitaan yang telah dialami-Nya telah demikian memuncak, sehingga
terjadi ketengangan yang tidak terlukiskan itu, muncullah seruan “mengapa”. Jiwa-Nya
yang terkoyak menjerit. “mengapa” adalah jeritan jiwa Yesus yang sangat sengsara,
karena penderitaan yang begitu dahsyat yang dijalani-Nya di Kalvari.
Beberapa sarjana mengatakan, bahwa sebenarnya Kristus menjalani seluruh
penderitaan neraka pada saat itu. Jika neraka pada dasarnya adalah keterpisahan
dari Allah sang sumber hidup, maka Kristus benar-benar mengalaminya. Betapa
ngerinya neraka, sampai anak Allah sekalipun menjerit dalam kesengsaraan yang
tak terlukiskan ketika mengalami-Nya.
Sungguh, manusia tidak mungkin dapat menghayati secara penuh kesengsaraan
yang dialami oleh Yesus ketika Ia menyerukan ucapan-Nya yang keempat di kayu Salib.
Itu merupakan sebuah misteri yang takkan pernah mampu ditunjukkan oleh lukisan
atau pahatan seagung apapun.
Mengapa? Karena kita, sampai kapanpun juga, tidak mungkin menyadari
hakekat sesungguhnya dari hukuman atas dosa sebagai keterpisahan dari Allah. Karena
itu kita juga, sampai kapanpun juga tidak mungkin menghayati hakekat dan
kedalaman yang sesungguhnya dari kesengsaraan yang dipikul-Nya.
Benar apa yang dikatakan oleh Stephen Tong; “Manusia tidak mungkin
mengerti perkataan ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka akhirnya
juga tidak mungkin mengerti, karena manusia neraka adalah orang dengan keadaan
berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa.
Mengapa Allah meninggalkan Yesus? Mengapa Allah membiarkan-Nya
menanggung hukuman ilahi atas segala dosa dan kejahatan manusia? Mengapa Allah “tega”
menjatuhkan hukuman atas segala dosa dan kejahatan manusia pada diri Yesus? Ini
sama saja dengan bertanya; mengapa Yesus mau menanggung hukuman ilahi atas segala
dosa dan kejahatan manusia?
Disini kita berjumpa dengan jantung salib. The heart of the cross. Yaitu
cinta kasih yang ilahi yang suci dan tiada taranya bagi umat manusia yang
berdosa. Cinta kasih yang membuat rasul Paulus pun tak mampu mengerti dan menjelaskannya
secara tuntas.
Sehingga ia hanya dapat berdoa bagi umat Allah di segala abad dan
tempat, “supaya ….. dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan
tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu sekalipun ia
melampaui segala pengetahuan (Ef 3:18-19).
Cinta Kasih Yang Tuntas
Dalam ucapan yang keempat Yesus di kayu salib, kita berjumpa dengan cinta
kasih Yesus yang tuntas atas kita. Benar, tuntas karena Ia rela mengalami
keadilan Allah dan menjalani hukuman Ilahi atas dosa yang seharusnya saudara
dan saya terima. “Eloi, Eloi lama sabakhatani?” jika Yesus tidak pernah sampai
ke titik itu, kitalah yang akan sampai ke sana.
Jika Yesus tidak pernah ditinggalkan oleh Bapa-Nya, kitalah yang akan
mengalaminya. Jika Yesus tidak pernah ke neraka, kitalah yang kesana untuk
menanggung hukuman ilahi atas dosa-dosa kita. Sungguh, jika kita memahami dan
mengerti ucapan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” itu
terkandung ucapan Allah yang menyejukkan; “Anak-Ku, anak-Ku Aku tidak akan
meninggalkanmu (karena Aku pernah meninggalkan Kristus bagimu).
Penebusan Yang Tuntas
Dalam ucapan Yesus yang keempat di kayu salib, kita berjumpa dengan penebusan
Yesus yang tuntas atas kita. Tidak ada satu dosa pun yang tertinggal. Semua sudah
dipikul oleh Yesus di kayu salib. Melalui iman, kita telah turut disalibkan
bersama-sama dengan Yesus. Hukuman Allah atas segala dosa kita telah dicurahkan.
Tidak ada lagi yang tersisa – tinggallah Anugerah-Nya yang tersedia.
Suatu saat, Dr. R. G. Lee seorang pendeta Baptis, berkunjung ke suatu
tempat yang secara tradisional dikenal sebagai tempat penyaliban Yesus alias
bukit Tengkorak. The Gordon’s Calvary” di kaki bukit tersebut, dia berkata
kepada pemandu jalannya, seorang Arab, “aku ingin pergi keatas sana” sambil
menunjuk kearah puncak bukit tersebut.
“Tidak bisa” kata si pemandu di jalan. Tetapi Lee berkeras dan memaksa “saya
harus pergi” Kalau begitu, saya akan pergi bersamamu, jawab si pemandu jalan. Kemudian,
mereka bersama-sama menaiki bukit tersebut. Sesampai di puncak bukit Kalvari,
Lee mengangkat topinya dan dan berdiri dengan kepala tertunduk.
Ia demikian terharu. “Tuan”, kata si pemandu jalan, “apakah anda pernah
kesini sebelumnya?” “ya” jawab Lee tanpa ragu-ragu, “dua ribu tahun yang lalu.”
Lee yakin penuh, bahwa ketika Kristus mati, ia juga mati, “diselamatkan
bersama-sama dengan Kristus.”
Penghiburan Yang Tuntas
Dalam ucapan Yesus yang keempat di kayu salib ini kita juga berjumpa
dengan penghiburan ilahi yang tuntas bagi kita. Yesus yang mati menanggung
segala dosa dan kejahatan kita adalah Yesus yang telah menyelami penderitaan
sampai pada titik ekstrim, yang bahkan tidak pernah diselami oleh manusia yang paling berdosa sekalipun.
Dengan demkian, Ia menjadi seorang penolong yang mampu bersimpati dan berempati
secara sempurna terhadap penderitaan umat-Nya.
Jika hati kita menjerit kepada Allah, “mengapa Engkau meninggalkan aku?”
kita dapat mengingat bahwa seruan itu adalah seruan Tuhan kita juga. Ketika kita
berseru kepada Allah dari dalam kekelaman hidup kita, Ia yang berseru kepada
Allah dari dalam kekelaman jumat Agung mengetahui secara sempurna perasaan
kita.
Hanya bedanya, sekarang Ia ada bersama kita untuk menguatkan kita. Tetapi
dulu tidak ada satupun yang bersama-Nya dan untuk menguatkan-Nya. Alkitab
berkata “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia
dapat menolong mereka yang dicobai” (Ib 2:18).
Disadur dari buku “Tujuh Ucapan Yesus Di Kayu Salib” oleh Erick Sudharma
Posting Komentar untuk "Saat Teduh - Renungan Harian Dan Makna; Markus 15:32 - Matius 27:46 "Diselamatkan Bersama-Sama Dengan Kristus" Oleh Erick Sudharma"