Renungan Harian Kristen - Saat Teduh Filipi 3:10 "Menumbuhkan Kerinduan Yang Kudus"
Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, (TB). Sekarang saya telah melepaskan semua hal lain. Saya sadar bahwa itulah satu-satunya cara untuk mengenal Kristus dengan sungguh-sungguh, untuk mengalami kuasa yang menghidupkan-Nya kembali, serta untuk mengerti apakah artinya menderita dan mati bersama dengan Dia (FAYH). Satu-satunya yang saya inginkan ialah supaya saya mengenal Kristus, dan mengalami kuasa yang menghidupkan Dia dari kematian. Saya ingin turut menderita dengan Dia dan menjadi sama seperti Dia dalam hal kematian-Nya (BIMK). Filipi 3:10
Ketika kita mengenal Kristus dan berkomitmen untuk menjadikan Dia
sebagai satu-satu Tuhan dan Tuan dalam kehidupan kita – atau dengan kata lain
menjadi seorang Kristen, kerinduan untuk mengenal Allah di dalam anak-Nya Yesus
Kristus menjadi sebuah kerinduan yang kudus dan mulia – kerinduan yang terus
dikejar dan diupayakan di dalam perjalanan rohani masing-masing orang.
Namun, kerap kali kerinduan itu berubah menjadi kerinduan pribadi
(kerinduan yang berpusatkan pada diri sendiri), kerinduan yang berpusatkan pada
kenyamanan diri, kerinduan yang berpusatkan pada “aku, aku dan aku” – semua tentang
kerinduanku dan tentang diriku sendiri.
Yang sebenarnya kerinduan yang kudus itu tidaklah berorientasi pada “aku,
aku dan aku” tetapi tentang Kristus dan pribadi-Nya. Seperti yang diungkapkan
oleh Paulus dan itu menjadi kerinduan dirinya semenjak ia ditemukan atau bertemu
dengan Kristus.
Pertemuan itu mengubah akan cara pandang dia, pertemuan itu mengubah akan
cara berpikir dan arah hidupnya – bagaimana dengan anda dan saya? Apakah pertemuan
dengan Kristus itu mengubah akan cara pandang dan arah dan tujuan-tujuan hidup
kita? apakah pertemuan itu menumbuhkan akan kerinduan kita untuk semakin mengenal
Dia dan mengalami Dia di dalam kehidupan kita di bumi ini?
Dalam Filipi 3:10 Paulus menuliskan akan kerinduan yang berbeda dengan
kebanyakan orang – Kerinduan dia bukanlah untuk kenyamanan atau keuntungan pribadinya,
tetapi kerinduan itu adalah bagaimana ia mengalami (memiliki pengalaman) dengan
kuasa yang telah membangkitkan akan Kristus.
Kuasa itulah yang ingin dia alami di dalam kehidupannya – ia rindu memiliki
pengalaman yang dalam (serupa dengan Kristus) dengan kuasa itu – kuasa yang telah
menghidupkan Kristus. Kuasa yang telah membawa Kristus keluar dari alam maut –
Kristus bangkit dari antara orang mati dan tidak akan mati lagi. Kematian tidak
lagi berkuasa atas Dia.
Kerinduan Paulus yang lainnya, dia rindu agar dapat “mengerti apakah
artinya menderita dan mati bersama dengan Dia. Anda dan saya ketika membaca
akan surat-surat kirimannya kepada jemaat-jemaat dan anak-anak rohaninya, kita
akan menemukan bagaimana Paulus memberi dirinya untuk mencapai akan kerinduannya
“Mengerti apakah artinya menderita dan mati bersama dengan Dia.”
Kerinduan Paulus adalah bagaimana ia dapat memuliakan Allah dan mengenal
Allah yang kudus di dalam persekutuan dengan Kristus “yang telah menyerahkan diri-Nya
bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan untuk menguduskan bagi diri-Nya
suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri.”
Ketika ia menulis surat kepada
orang-orang di Korintus ia memberi kesaksian kepada mereka bagaimana ia “ikut
mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus – ia mengalami bagaimana ditolak
dan diancam sana-sini “Apakah mereka pelayan Kristus? — aku berkata seperti
orang gila — aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di
dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.
Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu
pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali
mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.
Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun,
bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi;
bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari
pihak saudara-saudara palsu.
Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur;
aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan,
dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk
memelihara semua jemaat-jemaat.
Ketika Kristus telah tinggal dan hidup di dalam diri seorang kerinduan-Nya
menjadi kerinduan mereka juga, penderitaan-Nya menjadi penderitaan mereka juga.
Dalam hal ini Chris Tiegreen menuliskan bahwa;
Kita cenderung menafsirkan kesukaran dari sudut pandang hal-hal yang
Allah ajarkan kepada kita, yaitu kesabaran, ketaatan, pengampunan, kesetiaan,
dll. Tetapi mungkinkah ujian kita memiliki tujuan yang lebih besar dari sekedar
melatih kita untuk berperilaku dengan benar sesuai dengan kerinduan hati-Nya?
saya yakin, Yesus sering mengatakan hal-hal yang mendalam kepada kita;
Aku mengijinkan kepedihan itu terjadi untuk mengajarkan berbagai hal
kepadamu, namun, bukan karena alasan yang kau pikirkan. Pada saat kau harus tunduk
pada kondisi sulit, merendahkan diri di hadapan kejahatan, merasakan sengatan
penolakan, menderita penundaan berkepanjangan, menanggung hinaan dan ketidak
adilan dan kesalahpahaman dengan sabar atau menghadap rintangan dan ujian
berat, Aku bukan sedang membangun karaktermu.
Aku menunjukkan kepadamu kilasan pribadi-Ku. Aku rindu kau sanggup memeluk-Ku
dan berkata “Yesus aku tahu seperti apa rasanya ini. Aku berbagi hatiku degan-Mu.
Inilah persekutuan di dalam penderitaan-Mu. Aku tidak menikmati kepedihanmu,
namun, aku sangat menikmati persekutuan denganmu.
Dan Aku ingin kau mengenal hati-Ku. Namun, ingatlah bahwa sukacita kebangkitan-Ku
jauh lebih nyata dibandingkan pedihnya penolakan-Ku. Dan aku juga rindu
membaginya bersamamu.
Kesulitan yang kita hadapi bertujuan lebih dari sekedar untuk membentuk
karakter kita. dalam hampir segala sesuatu yang kita alami, kita dapat
menemukan titik penghubung dengan hati Yesus. Apa kita ditolak? Kita dapat
merasakan penolakan yang dialami-Nya. Apa kita cemburu dan menginginkan kasih
seseorang? Kita dapat memahami rasa cemburu-Nya terhadap kita. Kita mengijinkan
Dia dan Ia membagikan hati-Nya kepada kita di dalam segala sesuatu dengan
tujuan untuk kemuliaan dan kebesaran nama-Nya.
Semua yang kita alami adalah tentang Kristus dan pribadi-Nya. Doa kita,
Yesus, aku ingin mengenal hati-Mu dan satu-satunya cara untuk melakukannya hanyalah
dengan mengalami sebagian hal yang Engkau alami. ya Allah, Tumbuhkanlah di
dalam diriku kerinduan-Mu yang kudus, seperti Engkau telah menumbuhkan akan
kerinduan itu kepada hamba-Mu Paulus dua ribu tahun yang lalu.
Agar kerinduanku berpusatkan pada Engkau dan bukan pada “aku, aku dan
aku” – tentang kenyamanan dan kepentingan pribadiku, tolonglah agar aku tidak
menyia-nyiakan kesempatan itu dan belajar merasakan apa yang kau rasakan.
Dalam pengalaman hidup terburuk sekalipun pengenalan akan Allah akan
terus bertumbuh bahkan semakin dalam ketika kita memutuskan untuk merespons
semua itu di dalam sudut pandang-Nya. Tidak ada kerinduan dan pengejaran yang
lebih indah selain “mengenal Kristus, mengalami Kuasa-Nya dan turut mengambil
bagian di dalam penderitaan-Nya.
Paulus melupakan apa yang dapat dikejar olehnya dan untuk keuntungan serta
kenyamanan dirinya – ia membuang itu semua dan mengejar pengenalan akan Allah
di dalam anak-Nya Yesus Kristus. Kiranya kerinduan ini juga menjadi kerinduan anda
dan saya.
Dikasihi oleh Tuhan adalah hubungan tertinggi, pencapaian tertinggi, dan posisi tertinggi dalam hidup. Henry Blackaby
Sama seperti hubungan yang benar dengan Kristus menghasilkan seorang Kristen, demikian pula hubungan yang benar dengan Roh Kudus melahirkan manusia rohani. Watchman Nee
Posting Komentar untuk "Renungan Harian Kristen - Saat Teduh Filipi 3:10 "Menumbuhkan Kerinduan Yang Kudus""