Saat Teduh - Renungan Harian; Galatia 2:19-20 (Oswald Chambers)
Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (TB), Saya sadar bahwa Allah menerima kita melalui iman kepada Kristus. Saya sudah disalibkan bersama dengan Kristus: dan yang hidup bukan lagi saya, melainkan Kristus yang hidup di dalam saya (FAYH) — Galatia 2:19-20
Semangat kekristenan
timbul saat saya dengan penuh sadar menyerahkan hak saya dan menjadi hamba bagi
Yesus Kristus. Sebelum saya melakukan hal itu, saya tidak akan menjadi seorang
percaya seperti yang Allah maksudkan.
Ihwal
Menjadi Hamba Yesus
Kata-kata dalam ayat di
atas memiliki arti hancur dan runtuhnya kebebasan saya dengan tangan saya
sendiri, dan menyerahkan hidup saya pada kemahakuasaan Tuhan Yesus. Tidak
seorang pun dapat melakukan hal ini bagi saya, saya harus melakukannya sendiri.
Allah dapat saja membawa
saya pada keadaan ini 365 kali setahun, tetapi Dia tidak dapat memaksa saya
untuk menjalaninya. Hal itu berarti penghancuran “cangkang luar” kebebasan
individual saya dari Allah dan pembebasan diri sendiri dan sifat atau natur saya untuk menyatu dengan Dia;
tidak mengikuti pikiran saya sendiri, tetapi memilih kesetiaan mutlak kepada
Yesus.
Begitu saya berada pada
keadaan ini, maka tidak ada kemungkinan untuk salah paham akan panggilan-Nya
untuk menjadi hamba-Nya. Sangat sedikit dari kita yang mengetahui tentang hal
kesetiaan kepada Kristus atau memahami apa yang Ia maksud ketika Ia berkata,
“... karena Aku” (Matius 5:11). Itulah yang membuat seorang percaya teguh dan
kuat seperti besi.
Apakah penghancuran
kebebasan saya sudah terjadi? Bila belum, semua hal lain yang kita kerjakan
adalah keagamaan palsu saja. Satu-satunya hal yang harus diputuskan adalah:
maukah saya menyerah? Maukah saya berserah kepada Yesus, tanpa syarat apa pun
mengenai bagaimana cara kehancuran itu terjadi? Saya harus dihancurkan terhadap
pengertian saya tentang diri saya sendiri.
Bila saya mencapai titik
tersebut, realitas dari penyatuan adikodrati dengan Yesus Kristus segera
terjadi. Dan, kesaksian Roh Allah tidak pernah salah -- “Aku telah disalibkan
dengan Kristus ....”
Semangat kekristenan
timbul saat saya dengan penuh sadar menyerahkan hak saya dan menjadi hamba bagi
Yesus Kristus. Sebelum saya melakukan hal itu, saya tidak akan menjadi seorang
percaya seperti yang Allah maksudkan.
Bagi Allah, jumlah bukan
soal. Seorang siswa dalam setahun yang mendengar panggilan Allah sudah cukup
bagi Allah untuk menunjukkan keberadaan/eksistensi suatu sekolah Pelatihan PI
(Pemberitaan Injil).
Nilai sekolah pengutusan
tidak pada organisasi maupun akademik. Satu-satunya nilai keberadaannya adalah
untuk Allah, menjadi alat di tangan Allah bagi pekerjaan Allah. Apakah kita mau
mengizinkan Dia untuk mengerjakan pekerjaan-Nya melalui kita, atau apakah kita
lebih peduli dengan gagasan atau pemikiran kita sendiri mengenai menjadi apa
kita nantinya sebagai hamba Tuhan?
Refleksi Untuk Kita Semua
Renungan Oswald Chambers menyerang di titik nadi kita – siapakah kita
dihadapan Kristus? apa peran Kristus bagi kehidupan Kekristenan kita hari ini? Merenungkan
dan menjawab dua pertanyaan ini, saya kira akan menolong kita memahami realitas
kita seutuhnya di dalam Dia.
Perikop yang kita baca di atas adalah pernyataan seorang rasul Paulus kepada
Kristus bahwa kini Kristus adalah pemilik hidupnya – bersama dengan Paulus
kitapun mengatakan “Aku telah disalibkan dengan Kristus;
namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku”
Gal 2:19-20.
Sepanjang kita membaca di dalam tulisan-tulisan rasul Paulus, ia akan memperkenalkan
dirinya dengan panggilan “Hamba Kristus, Rasul Yesus Kristus” ia sudah dibeli oleh
Kristus dengan darah-Nya sendiri dan kini ia adalah hamba-Nya.
Di dalam dunia peradapan kuno, hamba adalah seorang yang hina, tidak
berdaya karena dimiliki total oleh orang lain (tuannya). Seorang hamba tidak
memiliki waktu luang untuk bersantai dan menikmati dirinya sendiri. Ia tidak
memiliki apapun semuanya dimiliki penuh oleh orang lain.
Paulus memaknai betul akan panggilan dirinya dan keberadaan dia di dalam
Kristus – Kristuslah yang telah memperdamaikan dirinya dengan Allah –
Kristuslah yang telah membayar lunas akan hutang dosa-dosanya di kayu salib.
Paulus hidup untuk melayani tuannya dan mengenal tuannya. Kerinduan dan
usaha Paulus kiranya juga menjadi kerinduan kita juga – Sekarang saya telah
melepaskan semua hal lain. Saya sadar bahwa satu-satunya cara untuk mengenal
Kristus dengan sungguh-sungguh, untuk memahami kuasa yang menghidupkan-Nya kembali,
serta untuk mengerti apakah artinya menderita dan mati bersama dengan Dia (Fil 3:10).
Kita tidak dapat menjadi hamba-Nya dengan seutuhnya jika masih terdapat
bagian-bagian hidup dimana tidak dapat kita sangkal. Bagian-bagian hidup yang
masih kita genggam erat dan berkata “ini milikku, ini hakku” dan sebagainya. Bagi
Paulus semenjak penangkapan dirinya dalam perjalanan ke Damsyik ia telah hidup
total dan melepaskan apapun yang ia miliki untuk menjadi hamba Kristus sehingga
dia dapat berkata – karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan (TB), karena bagi saya, tujuan hidup saya hanyalah Kristus!
dan mati berarti untung (BIMK) Fil 1:21.
Alasan hidupnya kini adalah untuk menjadi hamba Kristus, pelayan Kristus
dan menggenapkan di dalam hidupnya tujuan-tujuan Kristus. Tidak ada tujuan hidup
yang lebih besar dan lebih mulia selain menjadi hamba-Nya dan menikmati hidup
di dalam kasih karunia-Nya.
Semangat Kekristenan kita timbul dan semakin bergairah ketika kita menyerahkan
hak-hak kita kepada Kristus dan menerima akan tujuan-tujuan hidup yang Ilahi
dari-Nya. Kita adalah tawanan-tawanan Kristus yang telah dibeli oleh-Nya dengan
darah yang amat mahal – Mukjizat terbesar yang dapat Tuhan lakukan hari ini adalah
mengeluarkan orang yang tidak suci dari dunia yang tidak suci dan menjadikannya
suci, lalu mengembalikannya ke dunia yang tidak suci itu dan membuatnya tetap
suci di dalamnya. Leonard Ravenhill.
Kini kita tidak hanya sebagai seorang hamba Kristus, tetapi kita juga
adalah utusan Kristus. Ini adalah salah satu kombinasi yang menarik dan sangat
indah – kita adalah hamba, tetapi juga utusan (dari status sosial yang
terhormat dan hina).
Kombinasi yang indah ini hanya terdapat di dalam Kekristenan dan
merupakan ide dari-Nya. Ia membesarkan hati kita dengan memakai istilah “utusan”
– utusan yang disisi lain ia adalah seorang hamba. Dan bersama Paulus kita bangga
menjadi hamba dan juga kita bangga menjadi utusan. Kita berada di dalam Kristus
dan tujuan-tujuan-Nya.
Bacaan perikop di atas versi aslinya memakai terjemahan TB sedangkan versi FAYH merupakan tambahan penulis.
Posting Komentar untuk "Saat Teduh - Renungan Harian; Galatia 2:19-20 (Oswald Chambers)"