Biografi D. L Moody - Cerita Inspiratif Kristen Tentang Kesetiaan
Kobaran api bagai di neraka menjilat semakin tinggi ke langit, melahap
kota kayu itu seperti binatang buas melahap mangsanya. Emma Moody membawa
anak-anak mereka ke jendela untuk melihat sekilas kehancuran kota mereka –
pemandangan yang tidak banyak orang pernah menyaksikannya. Kemudian mereka
mengambil sedikit barang yang mereka perlukan dan melarikan diri naik kereta.
Suaminya, D. L. Moody, sedang pergi ke pertemuan penginjilan malam
ketika ia melihat cakrawala bersinar. Segera ia menyadari bahwa itu artinya
kehancuran kota Chicago yang besar itu, dan termasuk semua pekerjaannya. Api
itu pertama-tama mencapai Farwell Hall, yang telah dibangunnya empat tahun yang
lalu, kemudian api itu merambat ke Illinios Street Church dan menghaguskannya.
Usaha manusia tidak dapat membendung kehancuran yang disebabkan oleh
kobaran api yang penyebarannya dipercepat oleh angin itu. Akhirnya api itu
melahap habis rumah Moody beserta sebagian besar barang milik mereka.
Dalam beberapa hari pada Oktober 1871, kebarakan terburuk dalam sejarah
Amerika telah memporak-porandakan salah satu kota besar di negara itu. namun,
dari puing-puingya akan muncul sebuah kota baru yang lebih baik.
Dari semua pekerjaannya yang telah rusak, Allah akan memunculkan
pekerjaan baru dan lebih baik dalam diri hambanya, D. L Moody.
Atas dorongan dua perempuan yang saleh, Moody telah bersungguh-sungguh
berdoa meminta Roh Kudus dicurahkan ke atasnya supaya Allah dapat memakai
dirinya sepenuhnya untuk pekerjaan kerajaan Allah. Kehausan Rohani ini terus berlanjut
sesudah peristiwa kebakaran itu.
Ia memberi penghiburan dan pertolongan kepada banyak orang yang
kehilangan segalanya karena kebakaran itu. selang beberapa waktu, ia kembali ke
timur untuk mengumpulkan uang untuk memulai membangun kembali gereja dan tempat
pertemuan umum yang menurutnya diperlukan bagi pekerjaan penginjilan. Karena
integeritasnya tersebut, Moody dapat mengumpulkan uang, namun hatinya tidak
tertuju kepada hal itu. Ia menggunakan segala yang ia miliki untuk mencari
Allah.
Seperti yang dikatakan oleh Moody sendiri;
“Hati saya tidak ingin meminta-minta. Saya tidak dapat melakukannya. Sepanjang waktu saya berseru supaya Allah akan memenuhi saya dengan Roh-Nya. Nah, pada suatu hari di kota New York – hari yang luar biasa! – saya tidak dapat menggambarkannya, saya jarang menyinggung tentang hal ini, ini pengalaman yang terlalu kudus untuk diceritakan.
Saya hanya dapat mengatakan bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada saya
dan saya mengalami kasih-Nya sehingga saya harus meminta Dia tidak mengangkat
tangan-Nya dari saya”.
Sesudah pengalaman ini, Moody kembali berkhotbah. Ia menyampaikan
khotbah yang sama, undangan yang sama, dan berbicara dengan cara yang sama.
Namun, bila tadinya tidak banyak yang tertarik untuk datang kepada Kristus, sekarang
orang berbondong-bondong menjadi percaya.
Ratusan orang memenuhi ruang-ruang pendataan. Ribuan orang dari waktu ke
waktu diselamatkan dalam berbagai kebaktian kebangunan rohani di Amerika dan
Eropa. Perbedaannya bukanlah pada pelayanannya, melainkan urapan yang
ditempatkan oleh Allah pada hamba-Nya.
Dan Moody mengetahuinya.
“saya tidak ingin kembali kepada keadaan saya sebelum pengalaman penuh berkat itu sekalipun anda menawarkan seluruh dunia kepada saya; semua itu bagaikan debu saja.”
Sebaliknya, Tuhan memakai hamba-Nya untuk membawa sebagian besar orang
dari dunia kepada Dia. Dia membangkitkan seseorang yang meninggikan Kristus
sehingga semua orang dapat datang kepada-Nya. inilah orang yang mempunyai
iman yang mendalam dan berkomitmen kepada Kristus, bersedia menyerahkan masa
depan bisnisnya yang gemilang dan kebanggaannya demi memberitakan injil Kristus
kepada orang-orang yang terhilang.
Inilah Orang Yang Dapat Dipakai Oleh Allah
Mengenal Kemiskinan
Dwight Lyman Moody dilahirkan dalam keluarga yang benar-benar miskin. Ia
lahir pada 5 Februari 1837 di Northfield, Mass. Ayahnya, Ed Moody meninggal
ketika ia berumur empat tahun, dan yang diingatnya tentang ayahnya hanyalah
penguburannya.
Kematian ayahnya membuat ibunya, Betsy menjadi janda dengan tujuh anak.
Sebulan setelah upacara penguburan, ia melahirkan anak kembar. Jadi, semuanya
ada Sembilan anak.
Secara materi kehidupan Dwight selalu dihimpit olej kesulitan. Itu saja
yang diketahuinya. Ayahnya meninggal dalam keadaan bangkrut dan banyak utang.
Tak ada orang yang memedulikan janda dan anak-anak yatim yang berada dalam
kesulitan. Mahalah, para penagih hutang menyita apa saja yang dapat mereka
ambil dari rumah mereka – termasuk kayu terakhir yang dimiliki oleh janda itu.
Pada pagi hari yang dingin dan bersalju, Betsy memeluk anak-anaknya di
tempat tidur sampai waktunya pergi ke sekolah karena sama sekali tidak ada kayu
bakar untuk menghangatkan rumah mereka.
Banyak teman mendesak Betsy, yang ketika itu seorang Unitarian untuk
melepas beberapa anaknya supaya menjadi budak. Mereka mengatakan bahwa ia tidak
dapat membesarkan anak-anak itu sendirian dan ia serta anak-anaknya akhirnya
akan dipenjara.
Namun, ia menolak dan membuktikan bahwa tidak seorangpun dari mereka
masuk penjara. Dwight selalu dekat dengan ibunya, menganggapnya sebagai orang
terdekat dengannya sesudah istrinya - Betsy (ibunya) akhirnya maju ke depan
mimbar pada salah satu kebaktian penginjilan Moody untuk menerima Kristus.
Pada usia yang sangat muda, Dwight mencari uang sendiri pada musim
panas. Pekerjaan pertamanya adalah mengembalakan sapi-sapi milik tetangganya ke
padang rumput. Upahnya satu penny sehari.
Dwight senang bergurau dan setiap orang senang berteman dengannya. Ia
terkenal suka bercanda dengan siapa saja tanpa menyinggun perasaan – bagian
dari kepribadiannya yang tetap sepanjang umurnya. Namun, tidak ada bukti bahwa
ia tertarik kepada sesuatu tentang Allah.
Walaupun ibunya membaca alkitab dan berdoa, kepercayaan unitariannya
tidak membawanya kepada Kristus untuk menerima keselamatan. Dwight menganggap
gereja sebagai kegiatan yang sangat membosankan.
Sepatu-Sepatu Boston
Moody tidak menyukai pekerjaan di pertanian – walaupun pertanian tidak
pernah lepas sepenuhnya darinya dan ia mempunyai ambisi sendiri. Pada tahun
1854 ketia ia berumur 17 tahun, ia pergi ke Boston untuk bekerja pada pamannya
dalam bisnis sepatu dan sepatu bot. Meskipun ia tidak mempunyai pengalaman
tetapi ia mempunyai kecakapan alami sebagai pramuniaga andal.
Namun dalam rencana Allah – Boston ternyata bukan hanya soal menjual sepatu. Boston juga soal Kristus.
Moody diminta menghadiri gereja dan sekolah sabat (sekolah minggu) yang
termasuk dalam kesepakatan kerja dengan pamannya. Ini menjadi kewajiban yang
membosankan sampai ia ditempatkan di kelas yang dipimpin oleh seorang
laki-laki saleh bernama Edward Kimball, yang menunjukkan kepadanya kebaikan
dan kasih yang pada akhirnya membuat Moody begitu penuh perhatian di kelas itu.
Setelah beberapa bulan pada 21 April 1855, Kimbal merasa perlu untuk
berbicara dengan murid barunya tentang keadaan jiwanya. Ia menemukan Moody di
toko sepatu sedang membungkus sepatu dengan kertas pembungkus. Kimbal secara
khusus membentangkan kasih Kristus kepadanya dan pengorbanan-Nya untuk keselamatan-Nya.
Moody tiba-tiba siap menerima Kristus dan seperti yang sering terjadi,
ia melihat Kristus menempatkan segala sesuatu dalam perpektif yang baru.
“Pagi ketika bertobat, saya pergi ke luar rumah dan merasa jatuh cinta kepada apa saja. Saya tidak pernah mengasihi matahari yang menyinari bumi seperti itu sebelumnya. Ketika mendengar burung-burung berkicau dengan indahnya, saya merasa jatuh cinta kepada burung-burung itu. Segala sesuatunya menjadi berbeda.”
Sebenarnya, dunianya memang tidak akan pernah sama lagi.
Mulai Melayani
Tidak lama setelah itu Moody pindah ke Chicago, mencari kesempatan di
daerah yang waktu itu disebut Barat. Boston terlalu sempit dan ambisinya
mengarahkannya ke padang rumput yang terbentang luas.
Kelihaian bisnisnya menjadi lebih jelas ketika ia memasuki bisnis
sepatu. Dalam beberapa tahun ia telah mengumpulkan 7.000 dolar, jumlah yang
sangat besar pada masa itu. Kepercayaan diri dan optimismenya membuatnya
mempunyai banyak teman.
Energi serta strateginya yang tak habis-habisnya membantunya dalam dunia
bisnis, seperti yang kemudian terjadi dalam pekerjaan kerajaan Allah yang
kekal. Ia memberi tahu banyak orang bahwa ia merencanakan untuk mendapat
penghasilan 100.000 dolar dan tidak banyak orang yang meragukan kemampuannya
untuk mewujudkan rencananya itu.
Pada hari minggu pertama di Chicago, ia pergi ke sekolah minggu Gereja
Baptis pertama, dimana calon istrinya kelak hadir juga ketika masih remaja. Ia
mulai menghadiri Plymouth Congregational Church dan segera semangat untuk
memberitakan Kristus berkobar di hatinya.
Ia melihat banyak pemuda kesepian yang tidak pergi ke gereja, khususnya
ketika gereka-gereja begitu padat pengunjung. Jadi ia menyewa empat baris
bangku dan pergi mengundang orang-orang untuk duduk bersamanya. Usahanya itu
segera menunjukkan hasil.
Ia juga bergabung dengan Young Men’s Mission Band, membagi-bagikan
traktat dan mengundang orang-orang ke gereja. Pada minggu sore ia pergi ke
sebuah sekolah minggu kecil. Dengan Pendidikan yang demikian terbatas, ia
berhasil lulus kelas yang setara dengan kelas lima. Ia tidak mempunyai
keinginan mengajar hingga merasa seharusnya ia mengajar satu kelas.
Pengawasnya mengatakan bahwa mereka sudah mempunyai cukup guru, tetapi
kekurangan murid. Minggu berikutnya Moody datang bersama 18 pemuda dari jalanan
– melipatgandakan jumlah murid di kelas itu. kemudian ia mulai mengajar mereka
sedikit hal yang diketahuinya pada waktu itu dan mendesak mereka untuk menerima
Kristus.
Pada musim gugur 1858, ia memulai kelas sekolah minggunya sendiri di
bawah warung minum yang kosong dengan sasaran utama anak-anak jalanan. Ia
mempunyai hati yang lembut untuk memahami kehidupan keras anak-anak dan pemuda
yatim. Dalam waktu singkat ia dapat menyewa sebuah gedung yang lebih besar, sementara
orang-orang muda tertarik kepada berita tentang Kristus yang disampaikannya
dengan cara yang sederhana, tetapi menyentuh hati.
Walikota bahkan mengakui usahanya dan menyediakan aula yang tadinya
dipakai untuk menari dan merokok setiap malam minggu. Moody hamba Allah yang
taat itu datang ke aula itu beberapa jam sebelumnya dan menyapu punting rokok
serta sampah lain dan menyiapkan ruangan untuk sekolah minggu.
John Farwel pengusaha kaya yang akan menjadi rekan dekat dan dermawan
untuk pekerjaan Moody, datang pada suatu minggu. Kira-kira setengah kelas itu
bergegas menyemir sepatunya. Namun dalam kebaktian pertama, Moody menobatkannya
sebagai pengawas sekolah minggu yang mulai bersemi itu.
Prinsip pertama kelas itu adalah semakin buruk sikap
anak itu, semakin banyak alasan untuk tidak mengeluarkannya. Oleh karena itu tidak ada orang yang pernah
dikeluarkan dari kelas itu.
Moody juga tidak malu-malu pergi ke rumah untuk memberitakan kebenaran.
Pernah ia mengunjungi seorang perempuan yang suaminya berlaku kejam bila mabuk.
Moody mengambil botol wiskinya dan membuang isinya. Ketika Moody kembali ke
rumah itu, laki-laki tersebut sudah menunggu dan lepas jaketnya untuk
berkelahi.
Moody berkata, “saya mengosongkan isi botol itu demi kebaikan anda dan
keluarga anda. Bila anda mau memukuli saya, biarkan saya mendoakan anda lebih
dahulu sebelum anda melakukannya.” Kemudian ia berlutut dan bersungguh-sungguh
berdoa untuk laki-laki itu dan keluarganya. Pada waktu ia berdiri orang itu
sudah tenang dan bahkan membiarkan anak-anaknya belajar di sekolah minggu
Moody.
Moody mendapat pelajaran berharga tentang kasih. Ia pernah berkata “biarkanlah
kasih menggantikan kewajiban dalam semua hubungan di gereja kita, maka dunia
akan segera mendengar injil.”
Dalam beberapa bulan karena kesetiaannya, pekerjaan yang tekun itu
diberkati Tuhan. Kelas-kelas sekolah minggu itu dihadiri oleh 1.500 orang dan
hamba Allah yang masih muda, tidak dikenal, tidak terpelajar dan tidak pandai
bicara ini mulai diakui di kota yang sedang berkembang itu. akhirnya, Presiden
Lincoln dan Presiden Grant mengunjungi sekolah-sekolah minggunya di Chicago.
Dunia Lain
Seorang guru yang hampir meninggal mengubah sikap Moody terhadap bisnis.
Kelas sekolah minggu orang itu penuh dengan gadis muda yang bodoh. Paru-paru
guru itu luka dan ia tahu hidupnya tidak akan lama lagi. Orang yang rendah hati
ini menceritakan kepada Moody bahwa penyesalan terbesarnya adalah ia belum
membawa satu pun murid sekolah minggunya kepada Kristus dan merasa khawatir
kalau-kalau telah membuat keadaan menjadi lebih buruk dan bukan lebih baik.
Moody belum pernah mendengar ada orang yang mengalami seperti itu.
Dengan berani ia menawarkan membawa orang itu ke rumah murid-murid perempuannya
untuk menceritakan isi hatinya kepada mereka.
Ketika mereka melakukannya anak-anak perempuan itu yang tadinya bersikap
meremehkan, sekarang menangis ketika guru itu menceritakan kepada mereka
tentang kasih Kristus dan keadaan jiwa mereka. Guru itu meminta Moody berdoa
dan satu demi satu anak-anak perempuan itu menerima Yesus sambi menangis terisak-isak,
sampai keesokan harinya, mereka semua menjadi orang percaya.
Orang itu pulang ke rumahnya dan meninggal dengan tenang. Tanpa
direncanakan semua anak perempuan itu dan Moody berkumpul di stasiun kereta
untuk melihat mendiang guru mereka dibawah pergi untuk dimakamkan. Mereka
mencoba menyanyi, tetapi yang keluar hanyalah isak tangis. Peristiwa itu
menyentuh hati Moody.
Terakhir kali kami melihat mendiang guru adalah ia sedang berdiri di
mimbar di belakang mobil, jarinya menunjuk keatas mengatakan kepada kami untuk
menemuinya di surga. Dalam hatinya Moody tahu bahwa kariernya dalam bisnis
sudah berakhir. “Saya tidak tahu berapa harga yang harus saya bayar. Saya
tidak lagi meneruskan bisnis saya; saya sudah tidak tertarik lagi. Saya telah
mengecap dunia yang lain dan tidak peduli soal mencari uang.”
Keputusan Moody menjadi pilihan sulit bagi Emma Revell yang baru saja
bertunangan dengannya. Menikah dengan Moody sekarang dapat berarti hidup
dalam kemiskinan. Namun, ia tidak mencintai Moody, tetapi mempunyai beban yang
sama untuk jiwa-jiwa yang terhilang.
Jadi ia mengajar di sekolah selama tiga tahun pertunangan mereka dan
mereka menikah pada tahun 1862 pada masa pergolakan perang saudara. Itu adalah
pernikahan yang sempurna bagi Moody karena mempunyai istri yang menjadi ibu
yang hebat bagi anak-anaknya dan penolong yang tidak kenal lelah dalam
pelayanannya.
Keputusan Moody untuk meninggalkan bisnis membawa pengorbanan. Semua
orang yang telah diberitahu rencananya untuk mendapat penghasilan 100.000 dolar
sekarang menertawakannya. Dari kemiskinan ia telah bertekad untuk menghasilkan
banyak uang dan sekarang ia menyerahkan cita-citanya itu. dalam delapan bulan
terakhir bisnisnya penghasilannya mencapai 5.000 dolar.
Dalam tahun pertama bekerja penuh waktu untuk Tuhan,
penghasilannya kurang dari 300 dolar – dengan sukarela ia menempatkan dirinya
kembali dalam kemiskinan yang darinya ia baru saja lolos. Selama bertahun-tahun pelayanannya, ia tidak pernah
menerima gaji tetap dari sumber manapun.
Namun, ia tidak pernah menegok ke belakang, tekadnya sudah bulat. “Tuhan tolong saya untuk mengambil keputusan yang benar
yang tidak akan pernah saya sesali.”
Ke Ladang
Pada masa Presiden Lincoln memanggil para tentara untuk bertempur dalam
perang saudara, Moody memberi tahu seorang teman di sekolah minggunya;
“seharusnya kita pergi, tetapi sekarang kita disini. Mari kita melakukan sebisa
mungkin untuk memenangkan banyak jiwa bagi Kristus hari ini.”
Kenyataannya, walaupun Moody seorang abolisionis ( anggota gerakan
pembasmian), ia juga seorang pasifis yang berdasarkan pada alkitab dan ia tidak
pernah ikut berperang. Sebaliknya ia pergi ke camp tentara, rumah sakit dan
Sembilan kali ke garis depan pertempuran untuk memberi penghiburan kepada para
tentara dan memberitakan Kristus.
Allah memakainya untuk membuat sangat banyak orang bertobat, orang-orang
yang mungkin secara tragis tewas dalam peperangan itu. Ia datang ke pertempuran
Fort Denelson, Pittsburgh Landing, Shiloh dan Murfreesboro. Ia tiba bersama
pasukan di Chattanooga dan menjadi orang pertama yang masuk ke puing-puing kota
Richmond.
Ketika ia kembali ke Chicago, pekerjaan Tuhan disana tidak berkurang.
Orang yang bertobat kepada Yesus dari kelas sekolah minggunya mulai berlipat
ganda sampai Moody tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan mereka semua.
Ia mendesak mereka untuk bergabung dengan gereja-gereja lain,tetapi rakyat
biasa dari kota itu merasa tidak nyaman berada di katedral besal bersama
orang-orang kelas atas.
Jalan keluarnya adalah Illinois Street Church yang didirikan pada tahun
1864 untuk sekolah minggu dan kebaktian. Gereja itu menampung 1.500 orang.
Moody berkhotbah tiap minggu pagi dan mengajar 1.000 murid pada minggu sore.
Sesuai dengan sifatnya yang rendah hati, Moody hanya menjadi salah satu diaken
dari gereja itu. Ia menghindari semua gelar bahkan “pendeta” dan hanya mau
dipanggil “Bapak Moody tua”
Dengan kerendahatiannya yang tulus itu Moody memenangkan sangat banyak
orang. ia menjadi salah seorang pembicara di konferensi di Chicago ketika
pendeta yang berbicara sesudah dirinya mengkritik tata bahasanya. Moody berdiri
lagi ketika orang itu sudah selesai berbicara dan mengucapkan terima kasih
kepada orang itu. Ia mengatakan bahwa ia memang mempunyai kekurangan di bidang
itu dan meminta orang itu mendoakannya supaya Allah menolongnya memperbaiki
khotbahnya.
Dua orang laki-laki dan Moody menandatangani perjanjian untuk saling
mendoakan dan bekerja untuk membangun gedung pertemuan bagi Young Men’s
Christian Association (YMCA). Tidak seperti saat ini, YMCA pada saat itu sangat
berfokus pada “C”. YMCA secara agresif membagi-bagikan akan traktat dan
memberitakan injil yang dipimpin oleh Moody dan juga yang menjadi pemimpin
selama dua tahun. Organisasi itu menjadi satu kekuatan besar di kota itu.
Moody, yang baru saja membangun Illinois Street Church membangun juga
Farwell Hall. Ia berkeras menamainya sesuai dengan nama sahabat dan
penyokongnya dalam pekerjaan Tuhan. Bangunan itu di resmikan pada tahun 1867.
Pada upacara pembukaannya, Moody mengatakan bahwa ia percaya pekerjaan
menyelamatkan jiwa-jiwa dan menyerang dosa baru saja dimulai.
Secara profetik itu benar, namun akan ada banyak ujian berat. Empat
bulan sesudah Farwell Hall selesai, gedung itu terbakar habis. Tidak putus asa
Moody bertekad mengumpulkan uang lagi. Kali ini ia membangun gedung Farwell
Hall yang jauh lebih baik. Gedung ini tadinya dipakai untuk kebaktian besar
empat ratusan, mungkin ribuan orang diselamatkan oleh Kristus.
Namun, empat tahun kemudian, gedung ini terbakar lagi bersama gedung
lain di kota itu dalam kebakaran yang besar Chicago yang juga melanda gereja
dan rumah Moody.
Perjalanan Pertama Ke Eropa
Api itu mungkin telah menghancurkan banyak pekerjaannya di Chicago,
tetapi Allah memakai peristiwa itu. Tuhan memilih mengirim api rohani ke hari
Moody dan mengurapi dia untuk memercik apa kebangunan rohani di banyak negara
berbahasa Inggris.
Moody telah mengunjungi Eropa pada tahun 1867 ketika dokter istrinya
mendesaknya untuk melakukan perjalanan lewat laut untuk menyembuhkan batuk
kronis yang diderita oleh istrinya. Sebenarnya Moody tidak tertarik pada
sejarah Eropa atau gedung-gedung besar. Namun, ia sangat ingin bertemu dengan
C. H Spurgeon dan George Muller yang sudah berpengaruh besar pada penginjilan
muda Amerika ini.
Moody telah belajar banyak dari khotbah-khotbah Spurgeon dan sangat mengangumi iman seorang Muller yang mengelolah panti-panti asuhannya tanpa meminta uang dari siapapun.
Sebenarnya Moody belum dikenal di Eropa pada perjalanan kali itu. Namun,
dengan cepat ia menjadi terkenal karena gayanya yang merendahkan diri dan
khotbahnya yang sederhana. Pemimpin asosiasi sekolah minggu di London
mengetahui kedatangan Moody dan memintanya berbicara di sebuah kebaktian di
Exeter Hall. Moody diperkenalkan sebagai “saudara Amerikan kita, Bapak Pendeta
Moody”
Moody berdiri dan dengan berani memberikan koreksi.
“Bapak ketua melakukan dua kesalahan. Pertama saya sama sekali bukan Bapak ‘pendeta’ Moody. Saya hanyalah D. L Moody seorang pekerja sekolah sabat. Kedua saya bukan saudara Amerika anda. Oleh kasih karunia saya adalah saudara anda, yang tertarik kepada anda dalam pekerjaan Bapa kita untuk anak-anak-Nya.
Komentarnya itu membuat suasana ruang itu begitu hening, Moody dengan
cepat diterima oleh orang Inggris, termasuk kaum bangsawan – kelas masyarakat
yang sangat berbeda dengan lingkungan masyarakat di Chicago. Ia menjadi teman
dekat reformator Lord Shaftsbury.
Rekan Kerja Allah
Ira Sankey mempunyai kehidupan nyaman dengan bekerja untuk pemerintah di
Pennsylvania ketika bertemu Moody di konvensi YMCA di Idianapolis pada tahun
1870. Sankey yang juga penginjil dapat menyanyi dengan cara yang tidak banyak
dilakukan oleh orang-orang pada zamannya, walaupun ia tidak mengeyam Pendidikan
music dan ia sangat ingin mendengar Moody berkhotbah.
Salah satu pendeta mendesak Sankey untuk menyanyikan satu nyanyian
rohani sebelum Moody mulai berkhotbah. Tanpa latihan Sankey berdiri dan menyanyikan
“ada sumber dipenuhi darah-Nya” (KPPK 161). Seisi ruangan ikut bernyanyi
bersamanya. Sesudah Moody berkhotbah, Sankey diundang maju untuk bertemu dengan
Moody.
Moody segera mengenalinya sebagai orang yang tadinya menyanyikan kidung
pujian dan tertarik kepadanya.
Percakapan selanjutnya adalah salah satu percakapan yang mempunyai
kemungkinan untuk berkembang pada masa depan.
“Dari mana anda berasal?” tanya Moody, memegang tangan Sankey.
“Pennsylvania, jawab Sankey.
Sudah menikah?
Ya. saya mempunyai seorang istri dan dua orang anak
Apa pekerjaan anda?
Saya bekerja di jawatan pemerintahan.
Moody terus memegang tangan Sankey kuat-kuat dan menatap matanya. “anda
harus berhenti dari pekerjaan anda.”
Sankey tercengang, diam dan tidak yakin pada maksud Moody. Jadi, Moody
melanjutkan. “Anda harus melepaskan jabatan anda di pemerintahan dan ikut
dengan saya. Anda adalah orang yang saya cari selama delapan tahun terakhir
ini. Saya ingin anda ikut dan membantu saya dalam pekerjaan saya di Chicago.”
Sankey tidak yakin. Ia tidak memiliki visi yang berani seperti Moody. Ia
bukan pembuka jalan dan ia mempunyai pekerjaan yang sangat baik. Ia
terombang-ambing selama 24 jam berikutnya, sampai Moody menghubunginya lagi,
menanyakan apakah dia dapat menemuinya malam itu di ujung jalan untuk menyanyi.
Sankey setuju.
Ketika Sankey tiba, Moody hampir-hampir tidak mengindahkannya. Ia
mengambil sebuah kotak besar dari toko di dekat situ, berdiri di atasnya dan
meminta Sankey menyanyikan sebuah kidung pujian. Setelah dua lagu pujian,
banyak orang berkumpul dan Moody mulai berkhotbah.
Kerumunan orang banyak itu sebagian besar terdiri dari para pekerja
pabrik. Di kemudian hari Sankey mengatakan bahwa ia belum pernah mendengarkan
khotbah seperti itu. Moody melompat turun dari kotak itu dan meminta orang
banyak mengikutinya ke satu gedung besar. Mereka melakukan sementara Sankey
mengiringi mereka dengan lagu “Shall We gather at the River?” gedung itu segera
penuh terisi dan Moody sekali lagi berkhotbah dengan penuh kuasa. Orang banyak
itu sangat tergerak.
Sankey telah melihat masa depan dan ia setuju pergi ke Chicago bersama
Moody. Sekarang sejarah tidak terpisahkan mengaitkan nama Moody dan Sankey.
Jelas bahwa visi Moody menggunakan lagu untuk menarik pendengar dan mengangkat
roh diwujudkan dengan sangat baik melalui suara indah yang diberikan Allah
kepada Ira Sankey.
Diurapi Untuk Kebangunan Rohani
Penuh dengan Roh Kudus untuk pekerjaan Allah, Moody berangkat ke Inggris
bersama Sankey pada tahun 1873, tanpa tahu akan apa yang akan dilakukan Allah
disana, kedua keluarga itu berangkat. Namun ketika tiba disana mereka mendapati
kedua orang Kristen saleh yang telah mengundang mereka telah meninggal.
Moody memilih untuk tidak bergerak, tetapi menantikan firman dari Allah.
Mereka mendapatkan ketika menerima undangan untuk berbicara di York. Mereka menerima
dan memulai dengan kebaktian kecil. Namun, antara khotbah Moody dan nyanyian
Sankey, kebaktian itu bertambah besar dan semakin bertambah orang yang bertobat
sehingga dengan cepat mencapai ratusan orang.
Mereka pergi ke kota-kota lain dengan reputasi yang bertambah dan semakin
banyak orang yang datang. Tangan Allah menyertai pekerjaan itu. mereka diterima
oleh semua denominasi, kecuali gereja Anglikan yang sudah mapan. Karena keduanya
tidak ditahbiskan, gereja mapan itu menolak mengakui mereka ataupun pekerjaan
mereka. oleh karena itu mereka tidak mengunjungi gereja tersebut. Namun, yang
mengherankan banyak anggota gereja itu akhirnya menghadiri kebaktian-kebaktian
mereka.
Moody diundang ke kota besar Edinburgh, Skotlandia. Walaupun kebanyakan
orang disana menyukai Moody dan Sankey ada juga yang menentang mereka. orang
Skotlandia sangat tidak terbiasa dengan cara Sankey menyanyi dan memainkan
organnya, bahkan banyak orang membencinya.
Terlebih lagi para rohaniwan Skotlandia sangat tenang dan serius; sangat
bertolak belakang dengan gaya khotbah Moody yang berapi-rapi. Namun, kesederhaan
dan ketulusannya memenangkan mereka, dan orang-orang di kota besar di utara itu
banyak berdatangan. Gedung terbesar yang dipakai tidak cukup menampung mereka oleh
karena itu, kebaktian diadakan di seluruh kota.
Jelas bahwa ada gerakan Roh Kudus yang berkuasa, dan koran-koran
nasional mulai melaporkan “kebangunan rohani itu”. Kuasa Roh Kudus melanda
setiap kelas dalam masyarakat dari aristocrat tertinggi sampai ke anak jalanan
yatim piatu yang paling rendah. Seorang dokter ternama menyatakan bahwa ia
percaya setiap keluarga di kota itu telah dijamah.
Setelah tiga bulan Moody pindah ke Dundee selama tiga bulan dan kemudian
ke Glasgow selama empat bulan. Pada kebaktian penutup di Glasgow orang-orang
yang bertobat pada kebaktian-kebaktian sebelumnya diundang. Hampir 4000 orang
memadati gedung.
Moody menolak mendata jumlah orang yang bertobat. Ia menyatakan bahwa
itu bukan tanggung jawabnya. Ketika seorang dokter menanyakan kepadanya tentang
berapa banyak orang yang bertobat dalam pelayanannya, ia menjawab dalam gayanya
yang tanpa basa-basi. “saya tidak tahu soal itu, dokter. Puji Tuhan saya
tidak harus mengetahuinya. Bukan saya yang memegang kitab kehidupan Anak Domba.
Kebangunan rohani besar di Skotlandia telah bergerak ke Irlandia dengan
hasil sama. Kemudian kebangunan itu mengalir ke selatan ke kota-kota besar di
Inggris seperti bola salju yang menggelinding menuruni bukit.
Pada tahun 1875 Moody telah tiba di London untuk mengadakan apa yang nantinya
menjadi salah satu kampanye penginjilan terbesar dalam sejarah Eropa. Kebaktian-kebaktian
itu diakan di Agricultural Hall yang dapat menampung 20.000 orang. namun,
gedung yang sangat besar itu pun tidak cukup menampung orang London yang
berjalan mencari Allah. Beberapa tempat lain yang menampung sampai 5000 orang
juga digunakan dan sama padatnya.
Penulis biografi dan teman sezaman Moody, A. P Fitt pada umur 83 tahun,
sesudah dua tahun di Inggris raya, Allah telah membangkitkan penginjil kelas
dunia yang rendah hati dan tiada duanya disana.
Fitt menulis kesimpulan ini tentang kebangunan rohani yang terjadi di
Inggris pada tahun 1873-1975;
“Ribuan orang yang belum diselamatkan dan ribuan orang Kristen yang mundur dibawah kepada persekutuan yang lebih erat dengan Allah. Semangat penginjilan telah bangkit dan tidak pernah mati lagi. Sejumlah besar misi kota dan organisasi lainnya yang aktif dan agresif didirikan. Perbedaan denominasi dikuburkan. Para rohaniawan dari semua denominasi bekerja sama untuk satu tujuan, yaitu keselamatan orang yang terhilang.
Alkitab dibuka kembali dan pendalaman alkitab mendapat tempat yang baik…. Kehidupan baru meresap dalam setiap metode kegiatan Kristen. Tidak ada usaha untuk menarik orang menjadi anggota gereja tertentu dan orang-orang yang telah bertobat menghadiri gereja-gereja yang ada untuk mendapatkan makanan rohani dan nasehat dari Tuhan.”
Setia dalam keuangan
Uang tidak pernah menjadi masalah bagi Moody dan dengan demikian, tidak
pernah menjadi sumber serangan, sesudah diutus Allah, ia kehilangan semua minatnya
dalam mencari dan membelanjakan uang. Seleranya sederhana dan pikiran serta
hatinya selalu pada pekerjaan Bapanya.
New York Tribune menulis tentang kebaktian-kebaktian penginjilan di Inggris
ini;
“Hanya ada satu pendapat mengenai ketulusan mereka, Moody dan Sankey. Mereka bukan pengeruk uang, mereka bukan tukang obat. Orang-orang konservatif yang mencela pekerjaan dan cara kerja mereka, telah mengamati mereka selama bertahun-tahun dan tidak dapat menemukan satupun motifasi mereka yang tidak tulus.”
Ini merupakan pujian dari media sekuler, bahkan pada zaman itu. ada
contoh indah tentang sikap Moody terhadap uang itu menunjukkan ia mengasosiakan
dirinya dengan para pengikut Kristus yang mempunyai pendirian yang sama.
Moody mempunyai visi untuk mencetak sebuah buku kumpulan lagu pujian
yang dinyanyikan di kebaktian kebangunan rohani dan membagikannya kepada
sebanyak mungkin orang.
Usaha sebelumnya untuk menerbitkan buku-buku nyanyian pada penerbit buku
telah gagal. Jadi Moody menerbitkan sendiri dan setelah itu buku itu menjadi popular,
ia menemukan satu penerbit yang bersedia mencetak buku itu dalam jumlah yang besar.
Sementara di Inggris untuk kebaktian penginjilan besar, royalty atas
buku-buku nyanyian itu telah menumpuk tanpa diketahui oleh orang-orang yang
bekerja di ladang Tuhan itu. Akhirnya para penerbit mengbuhungi mereka dan
mengatakan bahwa di rekening mereka ada 35.000 dolar. Mereka bukan orang kaya
dan pada tahun 1870an jumlah itu sangatlah besar.
Mereka mengirim berita ke dewan Kristen di London yang bekerja sama
dengan mereka, mengatakan bahwa semua itu mereka berikan untuk pekerjaan Tuhan.
Mereka memberikan setiap penny. Namun, dewan orang percaya itu menolak,
mengatakan bahwa uang itu milik Moody dan Sankey dan mereka tidak mau menerima
uang sebanyak itu untuk membiarkan Moody berkhotbah. Mereja jelas merasa harus
memberi sesuatu kepada Moody dan Sankey.
Fitt mencatat ironi itu. “Ini kasus yang aneh – uang dilempar
kesana-kemari tanpa ada yang mau menerinya.” Uang itu akhirnya dikirim ke
Chicago untuk membangun sebuah gereja.
Secara harfiah Moody berpenghasilan jutaan dolar pada masa hidupnya. Sebagian
besar uang itu hanya melewati tanganya untuk pekerjaan Tuhan di gereja,
sekolah, kebaktian kebangunan rohani, traktat dan kegiatan yang lain yang dirasanya
baik. Dengan cara ini, ia seperti Muller – tokoh yang sangat dikaguminya.
Kehidupan Rumah Tangga
Dari abad kea bad banyak dari hamba Allah yang besar bergumul dengan
keseimbangan kehidupan rumah tangga mereka. Sering mereka menghadapi anak-anak
yang memberontak atau suka berfoya-foya. Namun, kehidupan Moody berkenaan
dengan hal ini sama kokohnya seperti pekerjaan penginjilannya yang spektakuler.
Fitt menulis;
“Tidak ada kehidupan pribadi seorang bila lebih diperhatikan secara
saksama lebih baik daripada D. L Moody, apakah anda melihatnya dengan perannya
sebagai orangtua, tetangga atau teman. Dalam segala sesuatu ia adalah orang Kristen
sejati, laki-laki sejati.”
Pernikahannya dengan Emma diberkati. Mereka Bersatu dalam pekerjaan
Tuhan dan keluarga. Emma bertanggung jawab dalam perannya sebagai ibu yang
membesarkan tiga anaknya; Emma, William dan Paul. Ia juga berperan sebagai
sekretaris pribadi Moody selama bertahun-tahun bekerja di Chicago, Eropa dan
seluruh Amerika.
Bilamana mungkin dan biasanya memang mungkin, Moody akan membawa seluruh
keluarganya dalam setiap kebaktian penginjilan. Mereka bersamanya dalam seluruh
rangkaian kebaktian penginjilan di Eropa dan banyak kebaktian penginjilan di
Amerika.
Anak-anaknya mempunyai kenangan yang indah tentang ayah mereka dan “otot
Kekristenannya” – ketika sudah dewasa Paul anaknya mengingat ayahnya sebagai “orang
terbesar dan terbaik yang pernah saya kenal”
Bila berada di rumah mereka di Northfield, Moody melepas pernak-perniknya
sebagai penginjil, khususnya pakaian hitam tebal yang biasa dipakainya. Ia mengenakan
pakaian petani yang nyaman dan mengesampingkan urusan kebaktian selama masa
itu.
Ia terkenal di kotanya bukan sebagai penginjil kenamaan, melainkan orang
yang murah hati, jujur dan menyenangkan yang membuka rumahnya untuk siapa saja
dan membuat mereka terhibur dengan cerita-cerita indah.
Kadang-kadang Moody bertingkah seperti anak kecil yang tidak bertumbuh
dewasa, khususnya jika sedang bersama anak-anak. Ia mudah kembali kepada kejenakaan
yang menjadi ciri khasnya selama kanak-kanak. Salah seorang anaknya
mengingatnya sebagai “Peter Pan yang gemuk dan berjanggut” – anak-anak harus sudah
siap dengan keusilannya.
Pernah ia mencurahkan seember air pada beberapa siswa yang tidak
menyangkanya di sekolah Northfield. Pada tahun lain ia menyembunyikan sekotak
kartu permainan di kelas anak laki-lakinya, berpura-pura terkejut melihat anaknya
akan ikut memainkan kafir seperti itu. Tentu saja, Moody sangat tidak suka dengan
semua yang dianggapnya membuang-buang waktu. Seperti banyak orang Kristen pada
zamannya, ia menganggap kartu permainan identik dengan judi.
Iblis menggoda kebanyakan orang, tetapi orang yang
malas menggoda iblis,
kata Moody menasihati anak-anaknya. Jangan menunggu sesuatu berubah. Pergilah
dan ubahlah sesuatu.
Ia tidak kenal lelah dalam melayani Tuhan. Ia mengajarkan hal yang sama
kepada anak-anaknya. Tidak ada gunanya meminta Allah mengerjakan hal-hal
yang dapat kamu kerjakan sendiri.
Moody mengubah kota kecilnya. Ia mendirikan seminari Norfhfield untuk
perempuan muda pada tahun 1879, sekolah Mount Hermon untuk laki-laki pada tahun
1881, sekolah Pendidikan Northfield untuk perempuan muda pada tahun 1890 dan Gudang
timur untuk Bible Institution’s Colportage Associtiation Of Chicago pada tahun
1895 (dikemudian hari menjadi Institut Alkitab Moody).
Ke Amerika Dan Pulang Lagi
Tanpa diketahui masyarakat Amerika, Moody berangkat ke
Eropa. Ia kembali ke Amerika sebagai pahlawan dan menjadi tenar seperti Presiden
saja. surat kabar Amerika telah mengikuti kebangunan rohani terjadi di Inggris
dan menurunkan beritanya setiap hari dan cara pemberitaannya sangatlah positif.
Ia siap maju lagi ketika api Roh Kudus berkobar-kobar.
Moody selalu berpikir secara strategis dan hampir seperti panglima perang. Ia mengerti
momentum yang tepat. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berfokus pada kota
besar.
“Kota adalah pusat pengaruh. air mengalir turun dari
bukit, dan bukit-bukit tertinggi di Amerika adalah kota-kota besar. Bila kita
dapat memengaruhi kota-kota itu, kita akan memengaruhi seluruh neger.”
Itulah keinginannya, melihat injil diberitakan dalam
kuasa dari pantai ke pantai. Oleh karena itu selama tiga tahun berikutnya ia
mengadakan kebaktian rohani bagi Kristus di New York, Boston, Baltimore,
Philadelphia, St. Louis, Cincinnati, Chicago dan Brooklyn – dan menghasilkan
serangkaian kebaktian yang tidak ada bandingnya dalam sejarah negeri itu, baik
dalam jumlah orang yang hadir maupun jumlah domba terhilang yang ditemukan oleh
gembala Agung.
Di New York, Moody berkhotbah di Hippodrome yang
dibangun oleh P. T. Barnum, tempat Billy Graham mengadakan penginjilan besarnya
di New York kira-kira 80 tahun kemudian.
“Ke Hippodrome” menjadi seruan dari mimbar kepada keluarga, buruh dan orang-orang di jalanan. “Ke Hippodrome” membakar hati orang percaya dan menarik orang yang belum diselamatkan untuk datang berbondong-bondong. Kerajaan Allah diberitakan selama periode ini, ketika api kebangunan rohani menyebar kemanapun Moody dan Sankey datang dan terus berlanjut lama sesudah mereka pergi.
Pada tahun 1882, Moody kembali ke London untuk
mengadakan kebaktian penginjilan berikutnya. Dalam banyak hal seoalah-olah ia memetik
di tempat yang sudah ditinggalkannya pada tahun 1876, seolah-olah ia tidak pernah
berhenti. Kumpulan orang yang sangat banyak dan orang-orang baru yang bertobat
dan yang memperbaharui komitmen mereka terus bertambah banyak.
Moody juga mulai mengadakan kebaktian pagi pada Sabtu
untuk anak-anak, dengan menggunakan banyak ilustrasi untuk membantu mereka
memahami injil. Sesudah kembali, ia pergi lagi untuk bekerja di Amerika,
mengadakan kebaktian rohani besar-besaran pada akhir tahun 1880-an dan awal
1890-an.
Denver, San Francisco, Richmond, Hartford, Providence
dan banyak kota lainnya ditambahkan ke daftar kota-kota yang digarap oleh penginjil
yang tidak kenal lelah itu. Ia juga merencanakan melakukan perjalanan ke India,
China, Selandia Baru dan Austria. Namun, kesehatannya terganggu pada tahun 1890-an
dan ia terpaksa membatalkan semua perjalanan itu. Allah akan membangkitkan
orang lain untuk pekerjaan itu.
Pelayanan Yang Lebih Tinggi
Pada tahun-tahun terakhirnya, Moody mengalami sakit jantung. Tidak terlalu
mengherankan bagi orang yang bertubuh pendek dan gemuk yang terus memaksa
dirinya. Para dokter mendesaknya untuk lebih santai dan bahkan menghentikan banyak
kegiatan penginjilannya. Namun, ia mempunyai tugas dari Allah dan ia tidak mau
melalaikannya.
Kebaktian penginjilan di Kansas City pada November 1899 menjadi
kebaktian penginjilan terakhirnya. Walaupun tiba di Kansas City dalam keadaan
sakit, ia berkhotbah 6 kali dalam sehari. Pada khotbah terakhirnya, ia
berbicara tentang perjamuan perkawinan antara mempelai perempuan dan mempelai
laki-laki. Ada dua jawaban yang diberikan kepada para pendengarnya.
Mereka dapat menolak undangan itu atau mereka dapat menulis;
“Kepada Raja Surgawi: Ketika duduk di Convention Hall Kansas City, Mo.., pada 16 November 1899, saya menerima undangan yang mendesak dari salah seorang utusan-Mu untuk hadir pada perjamuan perkawinan Anak Tunggal-Mu. Saya cepat-cepat menjawab undangan itu. Oleh kasih karunia Allah saya akan hadir.
Ia mendesak jawaban dari orang-orang yang hadir, seperti biasa
dilakukannya setiap kali berkhotbah kepada orang banyak. Ia mendesak mereka
untuk berkomitmen kepada Kristus. Namun, penyakitnya semakin memburuk – ia terpaksa
pulang sebelum pekerjaan di Kansas City itu selesai.
Ketika sampai di rumah ia harus berbaring di tempat tidurnya. Dunia dikejutkan
oleh kematian Moody yang tiba-tiba karena tidak banyak orang yang mengetahui penyakitnya.
Pada 22 Desember ia menghadapi kematiannya. Proses lama, tapi hampir
tanpa rasa sakit. Ia masih hidup selama berjam-jam – memberikan gambaran
singkat tentang dunia yang lain kepada orang-orang disekelilingnya.
Dunia semakin mengecil; surga terbuka di depan saya, katanya. “Inilah
kemenangan saya, inilah hari penobatan saya! Saya sudah menantikannya selama bertahun-tahun.”
Tiba-tiba wajahnya menjadi cerah. Dwight! Irene! Saya melihat wajah
anak-anak itu, katanya tentang dua cucunya yang sudah meninggal ketika masih
muda.
Namun, ia masih hidup. Ia tahu kematian sudah dekat dan memberitahu
dokter yang terus memberinya pengobatan yang hanya memperlama penderitaan
keluarganya. Ia memberi tahu Emma, yang disebutnya “Mama”, bahwa ia telah
menjadi istri yang baik bagi dirinya.
Akhirnya tubuh Moody tidak bergerak lagi. Ia tertidur dan tubuhnya terdiam di tempat tempat tidur. D. L Moody sudah tidak ada lagi di bejana tanah liat itu. Hambat Tuhan yang setia itu telah menghadap Dia yang telah dilayaninya selama lebih dari empat dasawarsa. Rest In Peace Bapak Moody.
Ditulis Oleh Rod Thomson dan disadur dari buku “Secret Power – Menemukan Kuasa Rahasia Roh Kudus” oleh D. L Moody
Posting Komentar untuk "Biografi D. L Moody - Cerita Inspiratif Kristen Tentang Kesetiaan "