Saat Teduh - Renungan Harian; 1 Samuel 27:1 (Charles H. Spurgeon)
Tetapi Daud berpikir dalam hatinya: Bagaimanapun juga pada suatu hari aku akan binasa oleh tangan Saul. [1 Samuel 27:1]
Pikiran hati Daud saat
itu adalah pemikiran yang salah, karena dia pasti tidak memiliki dasar untuk
berpikir bahwa tindakan Allah mengurapinya melalui Samuel ternyata sekedar
tindakan kosong yang tanpa arti.
Tidak sekali pun Tuhan
meninggalkan hamba-Nya; Daud telah sering sekali ditempatkan pada situasi yang
berbahaya, tetapi tidak pernah sekali pun campur tangan ilahi tidak
menyelamatkannya.
Uji coba yang telah Daud
alami memang bervariasi; tidak berupa satu jenis saja, melainkan berbagai
jenis—namun, dalam setiap peristiwa, Dia yang mengirim ujian juga telah dengan
murah hati menetapkan suatu jalan keluar.
Daud tidak bisa menunjuk
dengan jarinya pada suatu rekaman dalam jurnal hariannya sambil berkata,
"Inilah buktinya Tuhan meninggalkan aku," karena seluruh masa hidup
yang telah dilaluinya justru membuktikan hal yang sebaliknya. Berdasarkan apa
sudah dilakukan Allah baginya, Daud seharusnya menyatakan bahwa Allah akan
tetap menjadi pelindungnya.
Tapi bukankah dengan
cara yang seperti itu juga kita meragukan pertolongan Allah? Bukankah
ketidakpercayaan itu tidak beralasan? Pernahkah kita punya seberkas alasan
untuk meragukan kebaikan Bapa kita? Bukankah cinta kebaikan-Nya selalu
mengagumkan? Apakah Ia pernah sekali pun gagal untuk memenuhi keyakinan kita?
Ah, tidak! Allah kita tidak meninggalkan kita kapanpun.
Kita telah mengalami
malam gulita, tetapi bintang kasih telah bersinar terang di tengah kegelapan;
kita telah berada dalam konflik yang keras, tetapi di atas kepala kita, Dia
telah memegang tinggi-tinggi perisai pertahanan kita. Kita telah melalui banyak
cobaan, tetapi tidak pernah demi kerugian kita, selalu demi keuntungan kita; dan
kesimpulan dari pengalaman masa lampau kita adalah, bahwa Dia yang telah
beserta kita dalam enam kesulitan, tidak akan meninggalkan kita dalam yang
ketujuh.
Apa yang telah kita
kenal dari Allah kita yang setia, membuktikan bahwa Dia akan menjaga kita hingga
akhir. Maka, marilah kita, jangan mempunyai alasan yang bertentangan dengan
buktinya.
Bagaimana kita bisa
begitu kejam sampai meragukan Allah kita? Tuhan, singkirkan Izebel
ketidakpercayaan kami, dan biarkan anjing-anjing memakannya [1 Raja-raja 21:23].
Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon). Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.
Refleksi Untuk Kita Semua
Kerap kali Allah mengijinkan berbagai-bagai macam hal kita alami – baik suka
maupun duka agar kita belajar bersandar dan hanya tetap memandang Dia saja. Ujian
akan selalu berjalan beriringan dengan pengenalan kita akan Dia serta pertumbuhan
batiniah kita.
Kerap kali iman bertumbuh di
masa-masa sukar atau istilah lain yang dipakai oleh Yohanes Martir adalah “malam
yang gelap dari api kasih” – malam dimana seorang Kristen sedang ditempah,
sedang digembleng dan dimurnikan oleh pribadi yang telah menyerahkan diri-Nya
untuk mereka, Yesus Kristus di salib.
Ia mengijinkan hal ini mereka alami bukan tanpa sebab – Ia punya rencana
yang baik dan mulia untuk diri mereka, untuk pertumbuhan iman mereka dan untuk
kemuliaan Nama-Nya saja (Ia dimuliakan di dalam diri mereka).
Di malam-malam yang gelap dari api kasih itu, Ia tidak sesekali meninggalkan
umat pilihan-Nya, Ia ada dan bersama-sama dengan mereka – Ia tahu bahwa
kekuatan yang telah Ia anugerahkan kepada mereka lebih besar dan lebih bersinar
terang dari gelapnya malam itu.
Bacalah kisah Ayub bagaimana Allah menggembleng dan memurnikan dia – Allah
memakai peristiwa yang ia alami agar Ayub memiliki cerita tersendiri bersama
dengan Dia. Ayub mengalami langsung akan pribadi Allah itu sendiri dan tidak
lagi dari apa kata orang tentang Allah – di akhir malam yang gelap itu Ayub menyimpulkan
akan kisah itu dengan sajak yang sangat indah “Hanya dari kata
orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri
memandang Engkau (Ay 42:5).
Kisah Ayub
adalah kisah tentang pribadi Allah itu sendiri – malam yang gelap itu diijinkan
olehNya agar anak-anak manusia melihat dan merasakan betapa Mulia dan Kudus
pribadi-Nya. Ia memuliakan diri-Nya di dalam diri hamba-hamba-Nya.
Firman Tuhan
yang adalah nafas Allah memberi kita janji bahwa – Setiap cobaan yang saudara
alami adalah cobaan yang lazim dialami manusia. Tetapi Allah setia pada
janji-Nya. Ia tidak akan membiarkan saudara dicoba lebih daripada kesanggupanmu.
Pada waktu saudara ditimpa oleh cobaan, Ia akan memberi jalan kepadamu untuk
menjadi kuat supaya saudara dapat bertahan (1 Kor 10:13 BIMK).
Kemanakah kita
harus meletakkan hati kita ketika kita berada dalam malam-malam yang gelap itu?
Ia memanggil kita dengan suara yang begitu lembut dalam tulisan Matius dengan mengatakan
– Datanglah kepada-Ku kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku
akan menyegarkan kamu (Mat 11:28 BIMK). Dengan kata lain, ketika kita
berada dalam malam-malam yang gelap itu datanglah pada-Nya ia akan memberi kita
kekuatan, jalan keluar dan kelegaan.
Hanya di
dalam belaskasih-Nya kita diijinkan untuk mengalami Dia dan mengukir cerita hidup
bersama dengan diri-Nya. Ia ijinkan kita mengalami malam yang gelap itu agar
kita semakin menyadari bahwa betapa tidak berdayanya kita tanpa Dia, namun dalam
semua itu untuk kebaikan kita dan untuk kemuliaan nama-Nya.
Sungguh betapa uniknya Allah kita – Ia mengijinkan kita mengalami malam yang gelap itu dan di malam yang gelap itu di dalam belaskasih-Nya, Ia pula yang memberi kita kekuatan dan oleh kemurahan hati-Nya, Ia pula yang membawa kita keluar dari malam yang gelap itu. Lalu dimanakah peran kita? Datanglah kepada-Ku (hampirilah Aku) kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku akan menyegarkan kamu (tulisan miring merupakan tambahan penulis).
Posting Komentar untuk "Saat Teduh - Renungan Harian; 1 Samuel 27:1 (Charles H. Spurgeon)"