Renungan - Saat Teduh Harian; Yudas 1:20 (Oswald Chambers)
Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci ... — Yudas 1:20
Tuhan tidak berkenan
dengan sifat impulsif karena sifat itu merintangi perkembangan hidup seorang
murid. Sifat impulsif dapat mendorong kita merasa harus melakukan hal-hal yang
luar biasa bagi Allah, padahal tidak perlu demikian. Kita harus menjadi luar biasa
dalam hal-hal biasa dan menjadi suci dalam lingkungan biasa di antara
orang-orang biasa.
Sifat
Impulsif Merintangi Perkembangan Kemuridan
Sifat impulsif atau
tindakan tanpa pikir panjang yang meledak-ledak tidak ada pada Tuhan kita
Yesus. Dia selalu bertindak dengan kekuatan yang tenang dan tidak pernah panik.
Kebanyakan dari kita
mengembangkan kekristenan berdasarkan sifat kita sendiri, bukan berdasarkan
sifat Allah. Sifat impulsif merupakan ciri khas kehidupan daging, dan Tuhan
kita tidak berkenan dengan itu karena sifat impulsif merintangi perkembangan hidup seorang murid.
Perhatikanlah bagaimana cara Roh Allah memberikan kesadaran akan pengekangan
terhadap sifat impulsif. Roh itu membawa kita kepada suatu kesadaran diri akan
kebodohan diri, yang membuat kita segera ingin membela atau membenarkan diri.
Sifat impulsif ini tidak
apa-apa ada dalam diri seorang anak, tetapi berbahaya dalam diri seorang pria
atau wanita dewasa. Seorang dewasa yang impulsif selalu merupakan seorang
pribadi yang manja. Sifat impulsif perlu dilatih menjadi intuitif melalui
disiplin. Kemuridan dibangun sepenuhnya atas dasar anugerah Allah yang
adikodrati.
Berjalan di atas air itu
mudah bagi seseorang dengan keberanian impulsif, tetapi berjalan di atas tanah
kering sebagai seorang murid Yesus Kristus adalah hal yang sama sekali berbeda.
Petrus berjalan di atas air untuk pergi kepada Yesus, tetapi dia “mengikuti Dia
dari jauh” di tanah kering (Markus 14:54).
Kita tidak memerlukan
anugerah Allah untuk bertahan terhadap krisis. Sifat dan kebanggaan lahiriah
cukup bagi kita untuk menghadapi tekanan dan ketegangan dengan gagah.
Akan tetapi, dibutuhkan
anugerah Allah yang adikodrati untuk hidup 24 jam setiap hari sebagai seorang
percaya, menghadapi pekerjaan yang membosankan, menghayati kehidupan rutin,
tidak diperhatikan, dan diabaikan sebagai seorang murid Yesus.
Anggapan bahwa kita
harus melakukan hal-hal yang luar biasa (eksepsional) bagi Allah telah mendarah
daging dalam kita, tetapi kita tidak perlu bertindak demikian. Kita harus
menjadi luar biasa dalam hal-hal biasa dalam kehidupan, dan menjadi suci dalam
lingkungan biasa, di antara orang-orang biasa -- dan hal ini tidak dapat
dipelajari dalam waktu yang sangat singkat.
Refleksi Untuk Kita Semua
Ketika Allah menciptakan kita, Ia menyediakan bagi
kita semua yang kita butuhkan di bumi dan hal ini untuk kepentingan serta kelangsungan
hidup kita. Ia menyediakan segala hal yang dapat mendukung akan kehidupan kita,
tetapi tidak dengan watak atau karakter kita – hal ini bukanlah bawaan lahir yang
tumbuh begitu saja, ini perlu dikembangkan, dipelajari dan ditumbuhkan di dalam
kasih karunia-Nya.
Sikap Impulsif adalah bagian dari kedagingan kita –
setiap kita memiliki kecenderungan untuk bersikap impulsif terhadap segala hal,
dimana saja dan kapanpun itu. Kecenderungan ini akan berkembang menjadi satu
kebiasaan jika kita tidak menyadari-Nya. Sikap impulsif berkembang dan bertumbuh
di dalam hati kita – tersusun dengan begitu rapi dan sopan.
Pertanyaannya bagaimana seseorang dapat mengetahui
bahwa ia sedang hidup di dalam sikap impulsif? Tidak ada jalan lain, Ia harus
datang kepada Allah di dalam firman-Nya dan membiarkan firmanNya menyingkapkan
akan sikap-sikap yang menghambat pertumbuhan batiniahnya. Firman Tuhanlah yang
menjadi kaca benggala baginya dan yang sanggup untuk mengubahkan dirinya.
Seorang Impulsif seperti yang dituliskan oleh Oswald
Chambers diatas akan selalu beranggapan bahwa “ia merasa perlu melakukan
hal-hal yang luar biasa bagi Allah, namun sebenarnya tidak perlu demikian” –
dengan kata lain seorang yang impulsif melakukan sesuatu berdasarkan perasaan keharusan
dan bukan pada kerinduan yang ditumbuhkan oleh Roh Kudus di dalam hatinya.
Sikap impulsif yang digambarkan oleh Oswald Chambers
mengingatkan kita bahwa sikap ini berjalan beriringan dengan legalism – seorang
Kristen yang melakukan sesuatu dengan perasaan keharusan dan bukan kerinduan, akan
cenderung beranggapan bahwa “ia dapat menyenangkan Tuhan di dalam dan dari
dirinya sendiri” dia juga bergantung pada kebenarannya sendiri untuk mendapat perkenanan
Tuhan (itulah legalisme).
Kita perlu bertumbuh dalam setiap fase kehidupan Kekristenan
kita – tidak ada fase dimana kita berenti bertumbuh dalam hal mengembangkan
akan watak-watak seorang murid Kristus. Sebelum kita terpikir untuk melakukan
sesuatu bagi Dia alangkah baiknya kita kembali belajar tentang sikap-sikap
rohani yang perlu kita matikan dan tumbuhkan di dalam hati kita.
Sikap-sikap rohani ini adalah hal-hal yang hanya dihasilkan oleh Roh Kudus di dalam diri setiap orang Kristen yang ingin belajar untuk terus bertumbuh dalam pengenalan dan keserupaan dengan Kristus.
Posting Komentar untuk "Renungan - Saat Teduh Harian; Yudas 1:20 (Oswald Chambers)"