Cerita Pengalaman Pendakian Gunung Sangar - Asyik Dan Melelahkan
Healing. Masing-masing individu memiliki tempat dan kesukaan yang
berbeda-beda – salah satu keunikan makhluk berkaki dua ini. Saya sendiri, jika
diberi pilihan jalan-jalan ke Mall atau ke gunung – saya lebih memilih ke
gunung dan jika diberi pilihan ditraktir maka di restoran mewah atau ke gunung
– saya akan tetap lebih memilih ke gunung ketimbang makan di restoran mewah.
Anda yang suka kulineran akan berpikir seratus kali lipat untuk menolak ajakan
baik nan gratis ini, hahahaa.
Saya sangat menyukai tantangan dan alam – survival di alam merupakan
salah satu hobby dan kegemaran saya.
Ini merupakan kali pertama saya mendaki gunung Sangar. Gunung Sangar
sendiri terletak di desa Arjasari kabupaten Bandung. Terdapat beberapa jalur
pintu masuk untuk menuju lokasi kaki gunung ini – anda bisa kesana via Baros
ataupun Arjasari dan tempat lainnya yang mungkin saya belum tahu. Kami sendiri
sewaktu kesana - mengambil rute via Arjasari (ke rumah salah seorang teman yang
akan memandu perjalanan kami ke puncak gunung).
Saya dan teman berangkat dari Bandung sekitar pukul 5:30 pagi, kami
sengaja berangkat lebih pagi agar menghindari macet dan bisa menikmati udara
segar yang belum terlalu terkontaminasi oleh asap kendaraan beroda dua maupun
beroda empat dan lebih…. Tepatnya sekitar pukul 7:30 kami sudah di Arjasari
(dirumah teman yang akan memandu kami). Kami termasuk pendaki yang tek-tokan
not tik-tok, hehehe.
Gunung Sangar sendiri tidak terlalu tinggi, tapi jangan sesekali diremehkan.
Namanya juga Sangar. Menakutkan. Menyeramkan. Angker dll. Ketinggiannya 1690
MDPL – bagi saya gunung ini bukan untuk pemula, ini setara puncak Tangkuban
Perahu (Kawah Upas) yang tingginya 2084 MDPL. Maksud saya adalah tantangan dan kesulitan
medan untuk sampai ke puncak gunung. Anda dapat membayangkannya sendiri.
Perjalanan ke Puncak Gunung Sangar-pun dimulai.
Kami melewati perumahan Arjasari lalu berjalan ke kolam renang Citiis
Baros – jalur yang kami tempuh cukup jauh karena melingkar (memakan waktu
sekitar 1-2 jam). Tapi anda jangan kawatir, karena meskipun lama – kita disuguhkan
dengan pemandangan hamparan tanaman jagung yang cukup luas dan begitu
memanjakan mata – salah satu daya tarik dan penghilang lelah. Ow ya pemandangan
indah seperti ini tidak akan anda temui di musim kemarau….but not so bad,
nikmatilah – tujuan anda adalah puncak.
Beberapa kali kami harus terhenti dan bertanya kepada penduduk setempat,
karena terdapat beberapa persimpangan – pemandu kami lupa akan beberapa belokan
di persimpangan-persimpangan itu, untuk tidak tersesat terlalu jauh akhirnya
saya memberanikan diri untuk bertanya kepada penduduk sekitar.
Saya sendiri sangat menikmati trek ini dan menikmati akan interaksi kami
dengan beberapa penduduk yang kami temui – beberapa kali saya berbicara dengan
mereka dalam bahasa Sunda halus yang sangat terbata-bata dan saya mencintai
interaksi ini.
Sekitar dua jam berjalan dan bertanya sana-sini akhirnya kami tiba di
kolam renang Citiis yang berarti sebentar lagi kami akan memasuki lintasan trek
yang sesungguhnya ke gunung Sangar.
Welcome Gunung Sangar.
Treknya lumayan licin karena sehari sebelum kami kesana turun hujan yang
sangat lebat – artinya kami harus lebih berkonsentrasi dan lebih berhati-hati
(bentuk lain dari meditasi pribadi). Bagi anda yang baru pertama kesana
alangkah baiknya memakai sepatu yang nyaman dan perhatikan telapak sepatunya
apakah masih bagus atau sudah licin, jika sudah licin sebaiknya diganti saja
memakai heels – saya bercanda. Jangan sesekali anda ingin mencobanya, hehehe.
Kami terus menapaki tanjakan demi tanjakan - itu menyenangkan dan sekaligus
menyiksa – sekali lagi saya mencintai tantangan ini. Saya membayangkan
perjalanan kami ibarat seorang petapa tua yang sedang bersemedi di sebuah gua
yang sunyi dan sepi – entah apa yang ia cari, Kebenarankah? Keadilankah?
Kebijaksanaankah? Ataukah jalan yang lurus itu? - siapakah Dia? – kami hanya
mencari dua hal. Keindahan perjalanan menuju puncak dan puncak itu sendiri –
selain itu foto-foto yang kami abadikan dan yang kami simpan agar menjadi cerita
bagi sang mertua dan anak cucu di kemudian hari. Assyikkkkk Ferguso.
Puncak adalah bonus bagi kami – perjalanan menuju puncak adalah guru dan
pelajaran hidup yang sesungguhnya. Karena perjalanan menuju puncak itu
mengajarkan kami bahwa hidup tidak selamanya indah – ada tantangannya bahkan
lebih banyak tantangannya daripada keindahan itu sendiri. Kerap kali kami harus
beristirahat sebentar. Beristirahat untuk menarik nafas dan mengumpulkan
kekuatan untuk terus berjalan - KAMI TIDAK MENYERAH DAN KEMBALI KE KAKI
GUNUNG!
Bukankah perjalanan hidup kita juga demikian adanya – kita boleh
terhenti sejenak, mengalami tantangan dan hal tidak mengenakkan lainnya, tapi
tidak dengan putus asa dan tidak ada tekad untuk melangkah maju – TIDAK ADA
YANG DAPAT MEMBUNUH SEMANGAT JUANG KITA, SELAIN DIRI KITA SENDIRI.
Bagi saya tantangan yang paling mengerikan dan menakutkan adalah ketika
dari pos 2 (pokoknya ada gubuk terakhir dan satu-satunya menuju puncak). Dari gubuk
ini perjalanan akan terus menanjak dan menanjak hingga puncak – anda perlu membawa
beberapa minuman dan makanan penambah tenaga. Kesangaran gunung ini sudah di
puncak-puncaknya dan itu artinya perlu berkonsentrasi dan berusaha agar semua
organ tubuh dapat berfungsi dan bekerja sama dengan baik. Haleluya.
Kami bertiga tertati-tati dan ya anda mungkin sudah tahu, haha. Welcome
to puncak. Kami tiba di puncak sekitar pukul 12:30. Puncaknya ternyata tidak
seperti yang dibayangkan – tidak ada hamparan luas. Di kiri dan kanannya
terdapat jurang yang cukup curam. Beberapa tenda terlihat berjejar, tidak ada tenda
berkelompok seperti di puncak-puncak gunung lainnya dan jarak antar tenda sekitar
5-10 meter.
Beristirahat dan merasakan nikmatnya ngopi diatas ketinggian 1690 MDPL –
enak pisan. Sensasinya dan viewnya membuat kopi itu semakin enak, enak dan
enak, hahaha.
Ini yang menarik – tak ada seorangpun diantara kami yang membawa bekal –
anda tentu sudah tahu – no nasi no kenyang alias lemas pisan. Kami harus berjalan
turun dan itu memaksa lutut kami bekerja lebih keras dan di saat yang bersamaan
lutut kami sudah gemetar – lapar. Dari sekian banyak pendakian untuk pertama
kalinya saya merasakan kelaparan dan lutut yang gemetaran. Itu menyiksa, tetapi
tidak membunuh semangat pendakian-pendakian saya yang selanjutnya. Saya menikmati
dan mencintai tantangan kecil ini.
Ya, tentu anda sudah tahu – perjalanan pulang kami ternyata memakan
waktu yang lebih lama dari keberangkatan kami. Pengalaman baru dan cerita baru
buat mertua di rumah.
Tak lupa sebagai seorang kolektor batu alam, saya mengambil beberapa
batu yang menurut saya unik dari sungai Citiis Baros untuk dijadikan kenangan. See
you
Indahnya alam Nusantara...semoga tetap terjaga.... Gunung Sangar... Mantap jiwa
BalasHapusBanyak cerita dan kisah para pendaki
BalasHapus