Renungan - Saat Teduh Habakuk 3:17-19 Dia Bergumul Dan Berdoa, Dan Dia Sendirilah Yang Diubahkan
Masa dimana Habakuk sedang bergumul dengan Allah, tetapi ia (Habakuk) seakan-akan
didiamkan oleh Allah - Mata-Mu
terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang
kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan
Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari
dia? (Hab 1:13).
Kitab Habakuk ditulis sekitar abad 6
SM, pada waktu itu tanah kelahirannya Yehuda sedang berada di bawah ancaman
kekuatan besar, bangsa Kasdim atau Babilonia di bawah pemerintahan raja
Nebukadnezar yang tengah giat-giatnya berekspansi dengan cara menaklukkan
kerajaan-kerajaan kecil di Timur dekat.
Di sisi lain Habakuk sendiri sedang
mengalami pergolakan religius yang terjadi di tengah-tengah bangsanya antara
para penyembah berhala dan penyembah Allah yang hidup (orang-orang saleh).
Melihat situasi ini Habakuk bertanya-tanya kepada Allah, dimanakah Dia? – di
tengah-tengah segala kemalangan ini dan adakah rencana ilahi di balik semua
ini?
Habakuk menjadi bingung melihat akan
cara kerja Allah – mengapa Ia masih terus berdiam diri melihat akan
kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa itu.
Habakuk berteriak kepada Allah,
memohon kepada Allah yang mengerti, memahami dirinya jauh lebih banyak dari
Habakuk mengenal dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak mengenal Allah
seakan-akan hidup damai sedangkan orang-orang saleh seakan-seakan hidup dalam
suatu situasi kehidupan yang sulit, tidak bebas, terpenjara - inilah gambaran keadaan
ketika kitab ini ditulis. Bukankah hal ini juga sering terjadi pada kehidupan
kekristenan kita? kerap kali kitapun gagal melihat akan cara kerja Allah di
tengah-tengah situasi dan kondisi kehidupan kita.
Kerap kali kita menenggelamkan diri
kita dan memilih untuk meratap, bersedih, putus asa ketika melihat situasi
sekeliling kita tidak menentu, tidak memberi pengharapan, tidak memberi
sukacita, dll - tindakan ini merupakan salah satu tindakan dimana kita gagal
untuk melihat rencana Allah. Kita gagal melihat apa yang Tuhan lihat, tetapi
cara kerja Tuhan dan rencananya tidak akan pernah gagal.
Habakuk dan kita semua mungkin tidak
berhasil untuk membentuk dunia sekitar kita atau lingkungan kita namun, yang
pasti Tuhan tidak akan pernah gagal membentuk Habakuk dan kita, Ia memakai
setiap situasi dan kondisi untuk menarik perhatian kita kepadaNya.
Allah memakai setiap ratapan,
kebingungan, ketidaktahuan dan ketidakjelasan menjadi sebuah papan loncatan
bagi kita untuk mengalami sukacita yang dalam dan baru di dalam diriNya. Bacaan
yang akan kita renungkan merupakan bentuk sukacita yang kudus, mulia dan yang
melampaui akan kondisi dan situasi – sukacita di dalam menantikan kerja Allah.
Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku. (Habakuk 3:17-19).
Bacaan di
atas atau ungkapan Habakuk di atas merupakan salah satu respon yang diungkapkan
oleh seorang Habakuk yang telah diubahkan pola pikirnya oleh Allah. Bagaimana
ketika sebelumnya Ia melihat akan setiap kondisi dan situasi yang tidak menentu
dan Ia menjadikan Allah sebagai sasaran kritiknya tetapi kini, ia telah
berdamai dengan situasi itu dan ia memuliakan Allah melalui kata-kata yang agung.
Pernyataan
iman seorang Habakuk kali ini lebih dari apa yang bisa ia lakukan ketika ia
belum memahami cara kerja Allah dan yang bisa ia bayangkan dengan kekuatan
dirinya sendiri. Habakuk menyangkalkan dirinya dari segala hal yang menjadi
pencarian utama kebanyakan orang, hal-hal yang pokok dan yang dapat menunjang
kehidupan setiap harinya dan ia berkata - namun aku akan bersorak-sorak di
dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku (Hab 3:18a). Habakuk menyangkalkan dirinya dengan berkata
“Sekalipun Pohon Ara Tidak Berbunga”
Pohon Ara
merupakan salah satu pohon berbuah yang memengang peranan penting dan sangat
bermanfaat bagi kehidupan orang Israel dan sering digambarkan dengan simbol
kedamaian dan kemakmuran. Disini Habakuk mengatakan “sekalipun pohon Ara
tidak berbunga” – dengan kata meskipun kedamaian dan kemakmuran itu diambil
dari dirinya, Ia akan tetap bersorak-sorai di dalam Allah.
Dalam kehidupan
kitapun masih ada banyak hal yang kerap kali begitu rapih kita simpan dan
dengan diam-diam kita menjadikan hal-hal itu tuhan-tuhan kecil, ada banyak hal
yang tanpa kita sadari mengendalikan hidup kita, entah itu kekayaan,
kemakmuran, nama baik dll – lihatlah Habakuk seorang yang sudah diubahkan oleh
Allah, sekalipun apa yang penting, yang baik, yang makmur dan yang bermanfaat
bagi dirinya sudah tidak ada – ia akan tetap beria-ria karena Allah dan di
dalam Allah.
Sukacita dan
kegembiraan yang Habakuk miliki adalah sukacita dan kegembiraan yang kudus
karena tidak membiarkan situasi dan kondisi kehidupan membentuk sukacita dan
kegembiraannya, tetapi karena Allah – sukacita yang tidak semu. Bagaimana
dengan kehidupan kita? mampukah atau dapatkah kita tetap beria-ria di dalam
Allah ketika semua hal yang penting, yang baik, yang makmur dan bermanfaat
hilang dari diri kita?
“Sekalipun Pohon Anggur Tidak Berbuah”
Di dalam
kitab Suci kita akan mendapati bangsa Israel di gambarkan sebagai “Pokok Anggur
ataupun kebun Anggur milik Allah dan indentitas diri atau simbol Israel adalah
anggur”. Ketika Habakuk mengatakan hal ini, ia hendak mengatakan bahwa
sekalipun ia kehilangan akan identitas atau nama besarnyapun – ia akan tetap
beria-ria di dalam Allah.
Bagi Habakuk
nama baik dan identitasnya bukanlah segala-galanya – hal itu bisa diambil oleh
orang lain darinya, namun ada bagian yang tidak bisa diambil oleh orang lain
darinya yaitu “ia di dalam Allah dan sukacita Allah ada di dalam dirinya”. Sekalipun
semua identitas diri itu sudah tidak ada “Aku (Habakuk) akan tetap beria-ria di
dalam Allah yang menyelamatkan aku”.
Bagaimana
dengan kita, apa yang masih kita terus pertahankan, apa yang masih menjadi
identitas diri kita yang sulit kita lepaskan?
”Sekalipun Hasil Pohon Zaitun Mengecewakan”
Ini merupakan
salah satu tanaman yang paling disukai karena hasil panennya akan diolah
menjadi minyak dan dapat digunakan untuk berbagai macam hal seperti, sabun
untuk mandi, minyaknya dapat melindungi kulit dari sinar matahari, untuk bahan
bakar lampu, untuk memasak dll. Habakuk ingin mengatakan bahwa sekalipun hal
yang disukai dan yang banyak menolong saat ini sudah tidak menolong atau
mengecewakan, ia akan tetap beria-ria di dalam Allah.
Ada banyak
hal yang kita sukai dan kita cintai, semua ini sewaktu-waktu akan di diambil
dari kita dan kita dapat kecewa. Kita berharap kepada manusia sewaktu-waktu
akan mengecewakan kita, kondisi lingkungan dan keluarga suatu saat akan
mengecewakan kita juga. Lalu apa dan siapa yang tidak membuat kita kecewa?
Sukacita di dalam Allah dan pribadi Allah itu sendiri!
Habakuk
diubahkan cara pandangnya, diubahkan cara berpikirnya lalu ia menyadari bahwa
semua yang ia sukai dan yang ia harapkan akan mengecewakannya tetapi Allah dan
sukacita di dalamNya akan terus ada dan bertumbuh.
“Sekalipun Ladang-Ladang Tidak Menghasilkan Bahan
Makanan, Kambing Domba Terhalau Dari Kurungan, Dan Tidak Ada Lembu Sapi Dalam
Kandang”
Apa yang kita sembah itu bukan yang kudus, tetapi hal duniawi dan mencemarkan. Kita menyembah pekerjaan dan kesuksesan kita. kita menghambakan diri pada materialisme yang merajalela di sekitar kita, yang memeras kita sesuai keinginannya. Kita di dorong oleh keinginan dan nafsu-nafsu kedagingan kita. Kita lebih mementingkan keamanan daripada keselamatan. Kita telah kehilangan – itupun kalau kita pernah memilikinya – rasa “takut akan Allah. Frederick B. Speakman.
Yang terakhir
sekalipun kebutuhan pokoknya tidak tercukupi atau tersedia, ia akan tetap
bersorak-sorai. Habakuk akan bersukacita kepada Allah di tengah kehidupan yang
tidak menentu atau dalam keadaan-keadaan yang buruk sekalipun, ia akan tetap
bersukacita kepada Allah – Allahlah bagian hidupnya.
Ia beria-ria
di dalam Allah bukan karena semua apa yang ia butuhkan tercukupi, tetapi karena
Allah telah menyelamatkan dirinya.
Sukacita
karena sudah diselamatkan oleh Allah jauh lebih besar nilainya dari apa yang
dapat diperolehnya. Sekalipun ia tidak mendapatkan semua berkat-berkat Allah,
itu tidak menjadi masalah, yang utama adalah Pribadi Allah itu sendiri.
Sukacita diselamatkan oleh Allah harus ditempatkan lebih utama dari sukacita
karena mendapat berkat-berkat Allah.
Habakuk
bergumul dengan Allah, agar Allah mengubah akan lingkungan dan bangsanya –
namun, di dalam itu semua Habakuk sendirilah yang diubahkan oleh Allah. Diubah
akan pengertian dan pola pikirnya akan cara kerja Allah.
Mampukah kita
untuk dapat meneladani dan menghidupi apa yang dilakukan oleh Habakuk? Sesungguhnya
dengan kekuatan diri kita, kita tidak akan mampu. Kita hanya mampu jika
dimampukan oleh Roh Kudus – sekuat apapun kita berusaha, kita akan selalu
mendapati diri kita tidak berdaya.
Ketergantungan
penuh pada Roh Kudus dan firmanNyalah yang akan memampukan kita untuk berkata
“sekalipun usahaku bangkrut/gagal, sekalipun apa yang sangat ku cintai hilang
dariku, sekalipun ladangku tidak menghasilkan apa-apa, sekalipun orang yang ku
cintai mengecewakanku, sekalipun semua patner bisnis meninggalkan aku,
sekalipun, sekalipun dan sekalipun aku akan tetap beria-ria dan bersorak-sorai
di dalam Allah yang menyelamatkan aku dari kutuk dosa.
Habakuk juga
mengajarkan kepada kita tentang bagaimana kita berdoa karena kerap kali kita
berdoa agar situasi dan lingkungan kita diubahkan oleh Allah – dari kisah
Habakuk dia berdoa dan bergumul dan dia sendirilah yang diubahkan oleh Allah –
bukan lingkungan dan kondisinya (itu hanya bonus jika terjadi). Allah ingin
mengubah, mendewasakan hambaNya terlebih dahulu.
Kiranya
renungan singkat ini menolong dan memberi warna baru dalam perjalanan kehidupan
Kekristenan kita. Jika kita sudah lama bergumul untuk kemajuan usaha, pekerjaan
dll tetapi tak kunjung berubah – berarti Allah ingin mengubah cara pandang dan
pola pikir hambaNya terlebih dahulu. Kita berdoa dan kita sendirilah yang akan
diubahkan oleh Allah.
Posting Komentar untuk "Renungan - Saat Teduh Habakuk 3:17-19 Dia Bergumul Dan Berdoa, Dan Dia Sendirilah Yang Diubahkan"