11 Cerita Rohani Kristen
Di dalam
kehidupan Kristen terdapat banyak cara, sarana yang dipakai Allah untuk menolong
seseorang bertumbuh. Ia belajar tentang Allah melalui Kitab Suci yang sudah
diwahyukan dan berkomunikasi denganNya di dalam doa. Tidak hanya itu, ia juga
belajar dari orang-orang biasa yang dipakai dan yang hidupnya diubahkan oleh
Allah. Untuk itu kehidupan Kristen adalah kehidupan yang belajar dan senang
diajar. Salah satunya belajar mengenal Allah dan memperkokoh iman melalui kehidupan
orang-orang yang telah diubahkan olehNya. Kisah-kisah di bawah ini juga dapat
anda gunakan untuk ilustrasi khotbah dan cerita-cerita sekolah minggu, yang
mana tentunya anda perlu sedikit bekerja keras - lagi untuk memperinci ceritanya
agar mudah dipahami. Berikut cerita-cerita rohani, cek cek cek.
Berawal Dari Sikap Skeptis
Gordon Liddy, seorang ajudan gedung pada masa jabatan Nixon, adalah
murid dari filsuf Jerman, Nietzhe. Nietzhe mengajarkan bahwa kehendak
manusialah yang paling penting, bukan kehendak Tuhan. Sebagai seorang manusia
dengan kemauan baja, Liddy tidak merasa membutuhkan Tuhan.
Setelah menjalani hukuman penjara empat tahun karena peran sertanya
dalam skandal Watergate, Liddy memperharui persahabatannya dengan beberapa
mantan kolega FBI, yang memintanya untuk bergabung dalam studi Alkitab mereka. Ia
bersedia dengan satu syarat; “tolong jangan berusaha membuatkan menjadi
Kristen.” Tentu saja, hal-hal itu tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh
Liddy. Ia bersedia membaca alkitab sebagai sebuah dokumen sejarah, namun sikap
sahabat-sahabatnya terhadap alkitab membuatnya mencermati alkitab lebih jauh.
Ia mulai berpikir tentang Tuhan. Jika Tuhan tak terbatas dan kita terbatas, pikirnya, bagaimana kita dapat memahami Dia? Liddy berpikir, Tuhan harus berkomunikasi denganku. Lalu ia menyadari, alkitab adalah komunikasi Tuhan. Masih saja ia membantah, kita tidak akan pernah layak di hadapan Tuhan. Dan sekali lagi ia disambar petir; Tuhan mengirimkan PutraNya untuk membuat kita layak (oleh penyaliban dan kebangkitanNya), dan agar berlangsung dialog yang terus-menerus antara Tuhan dan manusia. Liddy tiba-tiba merasakan kebutuhan akan dan ia menerima Kristus.
Tidak Ada Yang Lebih Berharga Selain Allah
Jenny Lind yang dikenal sebagai “burung Nightingale Swedia” meraih
sukses di seluruh dunia sebagai penyanyi opera yang berbakat. Ia bernyanyi bagi
para kepala negara dan mempesonakan ratusan ribu manusia di zaman pertunjukkan
yang hidup.
Bukan saja ketenarannya tumbuh, melainkan juga kekayaannya. Namun, di
puncak karirnya, ketika suaranya memuncak, ia meninggalkan panggung dan tidak
pernah kembali. Pasti ia kehilangan ketenaran, uang dan sambutan ribuan
penggemarnya – namun Jenny Lind mencukupkan dirinya untuk hidup menyendiri
bersama suaminya.
Suatu kali seorang teman berkebangsaan Inggris mengunjunginya. Ia
menemukan Lind bersujud di pantai dengan sebuah alkitab. Ketika ia
mendekatinya, ia melihat perhatian Lind terpaku pada matahari terbenam yang
indah. Mereka lalu membicarakan kenangan-kenangan lama dan mantan
kenalan-kenalan dan akhirnya percakapannya beralih kepada kehidupannya yang
baru. “kok kamu meninggalkan panggung padahal karirmu sedang
memuncak-memuncaknya?”
Jenny lalu memberikan memberikan jawaban yang mencerminkan akan
kedamaian batinnya; jika setiap harinya, saya semakin tidak memikirkan ini
(sambil menunjuk kepada alkitabnya) dan sama sekali tidak memikirkan itu
(sambil menunjuk kepada matahari terbenam), apalagi yang dapat kuperbuat?.
Jenny Lind memprioritaskan hubungan pengenalannya akan Allah melebihi
apapun yang dapat ia capai dalam hidupnya. Ia meninggalkan karirnya (dalam
artian apa yang menjadi pencarian kebanyakan orang) untuk menata dunia
batinnya.
Kisah Penulis Himne Edward Mote
Penulis himne abad ke-18, Edward Mote tidak tahu bahwa ia membutuhkan
Allah hingga ia berusia enam belas tahun. Dilatih oleh seorang pembuat lemari,
ia lalu pergi bersama tuannya untuk mendengarkan seorang pengkhotbah besar dan
langsung diubah imannya melalui khotbah itu. mulai hari itu, ia menjadi umat
Allah, namun dibutuhkan 55 tahun untuk menyadari salah satu impiannya;
membangun gereja bagi jemaat Baptis setempat.
Sebagai rasa terima kasih kepadanya karena telah menjadi kuasa pendorong
yang tepat di balik bangunan-bangunan yang baru itu, warga disana menawarkan
hak milik atas bangunan itu, tetapi ditolaknya. Yang ia inginkan hanyalah
mimbarnya, untuk mengkhotbahkan tentang Yesus Kristus, “ kalau saya berhenti
melakukannya” katanya kepada mereka “singkirkan saya!”
Dari 100 himne lebih yang ditulisnya, Mote mungkin paling dikenal karena
“the solid rock”. Ia terinspirasi akan lirik ini pada suatu pagi ketika sedang
bersiap-siap kerja dan sebelum hari itu berakhir, ia sudah menyelesaikan empat
baris lirik pertamanya. Hari sabat berikutnya ia mengunjungi seorang jemaat
yang sedang mendekati ajal dan menyanyikan himne itu kepadanya. Jemaatnya itu
terhibur olehnya dan suaminya meminta Mote untuk memberikan salinan himne
tersebut. Mote memberinya setelah menambahkan dua baris lirik lagi.
Terkesan oleh betapa berartinya nyanyian itu bagi pasangan itu, Mote
mencetak seribu lembar dan mendistribusikannya. Hari ini, himne itu menjadi
salah satu himne yang paling digemari di gereja.
Pengharapanku di bangun di atas
Yang tidak kurang
Dari darah dan kebenaran Yesus;
Aku tidak berani mengandalkan kerangka
Dasar yang paling manispun,
Melainkan, sepenuhnya aku bersandar pada nama Yesus.
Di atas Kristus, sang batu karang, aku berdiri –
Tanah yang lainnya hanya lumpur pasir,
Tanah yang lainnya hanya lumpur pasir.
Kekuatan Doa
Selama lima puluh tahun, suster Agnes dan nyonya Baker telah berdoa bagi
bangsa Latvia agar dibebaskan dari penindasan Soviet. Yang pertama, mereka
berdoa bagi kebebasan beribadah di gereja Methodis di Leipaja. Ketika rezim
Soviet yang berkuasa, musuh mengambil alih gereja dan mengubah tempat yang
kudus itu menjadi tempat olahraga.
Doa-doa mereka terjawab pada tahun 1991, ketika penindasan tersebut
berakhir. Bangsa Soviet pergi dan bangsa yang kecil itupun bebas. Namun, bangs
aitu perlu dibangun kembali dan suster Agnes dan nyonya Baker bertekad untuk
membantu.
Pertama, kedua wanita itu yang sekarang sudah lebih dari 80 tahun
usianya, berbicara kepada seorang pendeta setempat. Mereka mengatakan bahwa
jika ia mau menjadi pendeta mereka, mereka mau menjadi jemaatnya yang pertama,
lalu sebuah gereja dilahirkan kembali.
Berikutnya mereka harus mendapatkan kembali kepemilikan dari gedung
gereja tersebut. Setelah hal itu terlaksana mereka mulai menyiapkan gereja itu
untuk pelayanan-pelayanan ibadah. Salah seorang anggota gereja mengecat kembali
dinding-dinding yang tingginya 25 kaki itu. selama berminggu-minggu ia naik
steger dan mencat dinding-dindingnya serta langit-langitnya. Jendela-jendela
dengan gaya Palladian yang tinggi dibersihkan menjadi terang bercahaya, dan
lantai kayunya diperbaiki sehingga berkilap kembali.
Karena pencatatan yang baik oleh para anggota gereja, tempat duduk
jemaat yang dulu ternyata di simpan di luar negeri lalu dikembalikan dan
disiapkan bagi para jemaat. Suster Agnes telah menyimpan organ pompanya di
rumahnya jadi iapun mengembalikannya ke tempat kudus itu. Ketika ia tidak
sedang memimpin koor, ia memainkan organ itu dengan begitu antusias.
Allah telah memperlihatkan kesetiaanNya. Lenin telah meramalkan bahwa
umat kristiani akan mati dalam satu generasi. Setelah para nenek meninggal,
katanya tidak akan ada lagi umat kristiani yang tersisa. Namun ia tidak kenal
dengan suster Agnes dan nyonya Baker dan Allah yang mereka kasihi.
Doa amat berkuasa, kita hanya perlu tenaga dan energi untuk menunggu
dengan sabar jawaban-jawaban doa kita dari Allah.
Kisah Thomas Benton
26 Februari 1844 adalah salah satu tanggal yang paling memalukan dalam
sejarah Angkatan laut Amerika Serikat. Kapal perang yang paling ampuh saat itu,
Princeton, sedang membawa presiden Amerika Serikat, Sekretaris Negara dan Angkatan
laut, anggota-anggota kongres serta pejabat-pejabat pemerintah lainnya di
Potomac.
Untuk menghibur para tamu, Meriam besar Princeton, yaitu Peacemaker, ditembakkan.
Pada tembakan yang kedua, Meriam tersebut meledak dan menewaskan Sekretaris
Angkatan Laut dan beberapa orang lainnya.
Persis sebelum Meriam itu ditembakkan, senator Thomas Benton dari
Missiouri berdiri di dekatnya. Seseorang teman memengang bahunya. Benton pergi
untuk berbicara dengannya dan membuat Benton jengkel, Sekretaris Angkatan Laut,
Gilmore, menempati tempatnya berdiri tadi. Persis pada saat itulah meriamnya
ditembakkan dan Gilmore tewas.
Saat-saat menentukan itu sangat-sangat menentukan Benton. Ia adalah
seorang pemarah dan suka bertengkar dan baru-baru ini telah bertengkar keras
dengan Daniel Webster. Namun setelah luput dari kematian di Princeton, Benton
berdamai dengan Webster. Katanya kepada Webster, “tampaknya, Pak Webester seolah-olah
sentuhan di bahu saya tempo hari adalah tangan yang MahaKuasa yang diulurkan ke
bawah sana untuk menarik saya dari apa yang akan menjadi kematian seketika. Keadaan
itulah yang mengubah cara berpikir dan kehidupan saya sekarang. Saya merasa
menjadi orang yang berbeda dan pertama-tama saya ingin berdamai dengan semua
orang dengan siapa saya begitu kasar selama ini.
Allah memakai situasi dan kejadian ini untuk menyelamatkan seorang yang dikasihNya.
Kisah Antonia Cassese
Di tengah-tengah kekerasan, terror ataupun perang, mungkinkah kita
menemukan sebuah pulau kedamaian? Kemanakah seorang harus pergi untuk merasakan
ketentraman. Sebuah tempat yang tak seorangpun menyangka akan mendapatkan
kedamaian adalah pengadilan Yugoslav War Crime Tribunal, yang diadakan di the
Hague. Pasti kepala pengadilan itu membutuhkan cara untuk melepaskan diri untuk
dari kisah-kisah mengerikan yang sampai ke mejanya menyangkut Bosnia.
Bagaimanakah Antonia Cassese melupakan akan bayang-bayang mengerikan
dari ketidakmanusiawian manusia? Dengan mengunjungi Mauritshuis Museum di pusat
kota dan mengisi pikirannya dengan lukisan-lukisan indah karya Johannes
Vermeer.
Apanya sih dari karya Vermeer itu yang menginspirasi Cassese? Katanya,
kedamaian serta ketentraman lukisan-lukisan itu. kedamaian dan ketentraman? Boro-boro
Vermeer merasakan akan kedamaian dan ketentraman! Ia tinggal di Eropa pada
zaman yang penuh kekacauan serta konflik. Selama 42 tahun hidupnya, Inggris
tiga kali berperang dengan United Provinces of Netherlands (Belanda), negara
asal Vermeer. Vermeer juga memiliki banyak anak, banyak hutang, dan menderita
kebangkrutan yang memalukan. Mana mungkin lukisan-lukisannya menyiratkan
kedamaian?
Ketika terjadi suatu krisis politik beberapa tahun sebelumnya, seorang
pemuda dan beberapa rekannya membiarkan diri mereka dikuasai oleh kecemasan
karena situasi di negara asal mereka. Seorang sejarawan dari Inggris berbicara
dengan kelompok ini dan mengingatkan mereka akan kisah Yesus yang menenangka
air laut (Mat 8:23-27). “tampaknya”, kata sang sejarawan, ketika berada di tengah-tengah
badai, janganlah membiarkan keributannya merusak anda. Yang perlu anda lakukan
adalah menjangkau kedamaian yang ada di dalam hati anda dan membiarkannya
memancar keluar.
Vermeer menjangkau akan kedamaian yang ada di dalam hatinya dan
membaginya dengan orang lain melalui lukisan-lukisannya. Cassese menerima
kedamaian yang sama itu dari lukisan-lukisannya bertahun-tahun kemudian.
Kedamaian dalam hati kita memiliki nama yang penuh kuasa yaitu Yesus Kristus.
Kisah Taavi
Berbaris dengan pasukannya dalam Red Army, Taavi telah mengambil keputusan,
apa yang akan dikatakannya. Para pejabat menghampirinya, dan mengintrogasi
setiap serdadu dengan pertanyaan yang sama; apakah kamu umat Kristiani? “bukan”
terdengar jawabannya. Lalu kepada yang berikutnya; apakah kamu umat Kristiani? “bukan”
demikian jawabannya.
Para pemuda yang mengikuti wajib militer itu berdiri dengan penuh
perhatian, matanya menatap lurus ke depan. Para penanya semakin dekat dengan
pemuda keturunan Estonia yang berusia 18 tahun itu yang telah direkrut menjadi angora
Red Army selama penjajaha Soviet atas negaranya.
Taavi sudah lama menjadi umat Kristiani. Walaupun hanya orang-orang yang
lebih tua yang diperbolehkan pergi ke gereja di negaranya tapi nenek Taavi
telah membagikan imannya kepada cucunya itu. ia telah menerima Tuhan sebagai
juruselamatnya dan walaupun ia tidak diperbolehkan ke gereja, neneknya
mengajarkan kepadanya apa yang ia pelajari setiap minggu.
Para penanya itu semakin dekat. Taavi tidak meragukan jawaban apa yang
akan diberikannya. Ia telah mengambil keputusan bertahun-tahun sebelumnya,
namun ia tetap gugup. Ketika para petugas itu sampai dihadapannya, mereka
bertanya, apakah kamu umat Kristiani? Tanpa salah tingkah, Taavi menjawab
dengan suara yang jelas, “Ya”. Kalau begitu ikut kami, perintah petugas-petugas
komandan itu.
Taavi langsung mengikuti mereka. Mereka naik sebuah kendaraan dan pergi
ke gedung tempat dapur dan ruang makan. Taavi tidak tahu apa yang akan terjadi,
namun ia menaati perintah-perintahnya. Lalu para petugas itu berkata kepadanya,
“kamu kami keluarkan dari pasukan tempur. Kamu kan umat Kristiani dan tidak
akan mencuri, maka kami tempatkan kamu di dapur. Dapur adalah operasi pasar gelap
terbesar Red Army, dengan penyelundupan serta penjualan makana illegal kepada
serdadu-serdadu yang kelaparan. Mereka tahu bahwa Taavi akan mengurangi
pencurian.
Sebuah tindakan kejujuran yang kecil berdampak luas dalam seluruh kehidupan.
Kisah Blondin
Di abad 19 pelintas tali, Blondin akan melaksanakan pertunjukkannya yang
paling berani. Ia merentangkan kabel baja dua inci melintasi air terjun Niagara.
Ketika ia melakukannya, banyak orang berkerumun menontonnya. Ia bertanya kepada
para penonton itu, “berapa banyakkah dari anda yang percaya bahwa saya dapat
menggendong seorang pria di Pundak saya menyebrangi air terjun ini?”
Kerumunan orang banyak yang semakin banyak jumlahnya itu
bersorak-bersorak, percaya bahwa Blondin dapat melakukannya. Blondin lalu
memanggul sekarung pasir seberat kira-kira 180 pon dan menyeberangi air terjun itu.
Ia tiba di seberang dengan selamat.
Lalu Blondin bertanya “ berapa banyakkah dari anda yang percaya bahwa
saya benar-benar dapat menggendong seorang menyeberangi air terjun ini?”
kembali, kerumunan banyak orang itu bersorak.
Siapakah dari anda yang mau naik di Pundak saya dan membiarkan saya
menggendong anda menyeberangi air terjun ini? Semua orang terdiam. Semua orang
ingin melihat Blondin menggendong seseorang menyeberangi air terjun itu, namun
tak seorangpun mau merisikokan nyawannya ke dalam tangan Blondin.
Akhirnya, seorang sukarelawan maju untuk berpartisipasi dalam aksi yang
menantang maut itu. siapakah dia? Ternyata manajer Blondin yang telah
mengenalnya secara pribadi selama bertahun-tahun. Ketika mereka bersiap-siap
menyeberangi air terjun itu, Blondin menyuruh manajernya dengan berkata “jangan
percaya pada perasaanmu; percayalah pada perasaanku. Kamu akan merasa ingin
berbalik padahal kita tidak perlu berbalik. Dan jika kamu mempercayai
perasaanmu, kita berdua akan jatuh. Kamu harus menjadi bagian dari diriku. Keduanya
menyeberangi air terjun itu dengan selamat.
Jangan terlalu percaya diri dengan perasaan kita tetapi percayakanlah
diri dan perasaan kita kepada Yesus.
Perjalanan Rohani N. B Vandall
Pemberita injil sekaligus penyanyi, N. B Vandall duduk diam di rumahnya
sambil membaca surat kabar, ketika salah seorang puteranya masuk ke dalam rumah
sambil berseru, “Paul terluka” ia ditabrak mobil dan terseret d jalanan,
tubuhnya berlumuran darah dan seorang datang dan membawanya pergi.
Vandall lalu menemukan puteranya di sebuah rumah sakit di dekat sana
dengan luka-luka parah di kepalanya, geger otak dan beberapa tulangnya patah. Sang
ahli bedah tidak tahu apakah nyawanya akan selamat. Ayah yang sangat kalut itu
hanya dapat berdoa, sementara sang dokter membersihkan dan menjahit luka-luka
di kepala Paul dan merawat tulang-tulangnya yang patah. Yang selebihnya adalah berpulang
kepada Allah.
Setelah pulang untuk menceritakan hal itu kepada keluarganya, Vandall
kembali ke ruang keluarganya dan bersujud dengan seruan dengan segenap hatinya,
“Ya Allah” hampir seketika itu juga Vandall mendengar suara Allah di dalam
hatinya, mengatakan kepadanya bahwa apapun yang terjadi sekarang ini, semua air
mata akan dihapuskan dan dukacita akan hilang dalam kesudahannya. Vandal pergi
ke pianonya dan dalam beberapa menit selesai mengubah sebuah himne yang berjudul,
After.
Sesudah bekerja berat dan penat sepanjang hari,
Sesudah kesusahanku berlalu,
Sesudah dukacitaku diambil,
Akhirnya aku akan melihat Yesus.
Ia akan menantikanku-
Yesus yang sedemikian murah hati dan tulus;
Di atas tahta-Nya yang indah,
Ia akan menyambut aku pulang-
Sesudah hari ini berlalu”.
Paul pulih hampir sempurna dan iman ayahnya kepada Allah tetap kuat dan teguh, rasa syukurnya tak terkira.
Kisah George Matheson
Himne yang berjudul “O Love That Will Not Let Me Go”, ditulis oleh pendeta
Skotlandia, George Matheson yang buta. Sementara ia tidak akan pernah
mengungkapkan apa yang memicu lirik-lirik yang indah itu, secara luas
dispekulasikan bahwa pernikahan saudara perempuannya mengingatkannya akan suatu
peristiwa yang memilukan. Persis sebelum ia menikah dengan kekasihnya semasa
kuliah, kekasihnya diberitahu tentang kebutaaan yang akan dideritanya. Katanya,
kekasihnya itu mengatakan kepadanya, “aku tidak mau menjadi istri seorang penghotbah
yang buta” Matheson menceritakannya begini;
Himne saya digubah… pada malam saudara perempuan saya
menikah… sesuatu terjadi pada saya, yang hanya seorang yang tahu, dan apa yang
menyebabkan penderitaan mental yang paling parah. Himne ini adalah karya
tercepat yang pernah yang saya gubah dalam hidup saya. Saya merasa seolah-olah
himne ini didiktekan kepada saya oleh semacam suara batin ketimbang
menggubahnya sendiri.
Setelah mengalami penolakan dari kekasih duniawi, Matheson menulis
tentang seorang kekasih surgawi yang kasihnya kekal dan setia; inilah himnenya
Ya kekasih yang tak pernah melepaskanku,
Jiwaku yang letih ku serahkan kepadaMu;
Kuberikan kembali hutang nyawaku kepadaMu,
Agar di dalam kedalaman samuderaMu
Ia akan mengalir dengan lebih berlimpah, lebih penuh.
Ya terang yang selalu menerangi jalanku,
Pelitaku yang hampir padam ku serahkan kepadaMu;
Hatiku memulihkan sinarnya yang Kaupinjamkan,
Agar di dalam sinar matahariMu
Ia akan lebih terang, lebih indah.
Kasih surgawi adalah kasih yang kekal, ia menerima setiap orang apa adanya.
Kisah Kakek Tua
Di sebuah desa yang jauh di Swiss, berdirilah sebuah gereja yang indah
yang dikenal dengan nama Mountain Valley Cathedral. Gereja itu bukan saja indah
dipandang, dengan pilar-pilarnya yang tinggi serta jendela-jendelanya yang
bergravirnya yang besar, melainkan juga dilengkapi dengan organ pipah yang
paling luar biasa di seluruh wilayah tersebut. Orang-orang berdatangan dari
tempat-tempat yang bermil-mil jauhnya – bahkan dari gereja-gereja yang jauh
untuk mendengarkan nada-nada yang indah dari organ ini.
Suatu hari, timbul masalah. kolom-kolomnya masih berdiri,
jendela-jendelanya masih berkilau tertimpa sinar matahari, namun lembah
tersebut diselimuti oleh kesunyian yang menyeramkan. Daerah itu tidak lagi
bergema dengan music organ pipah yang anggun itu.
Musisi dan para ahli dari seluruh dunia berusaha untuk memperbaiki alat music
itu. setiap kali seseorang berusaha untuk memperbaikinya, warga desa itu sengsara
mendengar suara yang tidak harmonis, yang tampaknya menjadi polusi udara.
Suatu hari seorang pria tua muncul di pintu gereja itu. ia berbicara kepada
penjaga gereja itu, dan setelah beberapa lama, sang penjaga gereja itu setuju dan
membiarkan orang tua itu mencoba memperbaiki organ tersebut. Selama dua hari
orang tua itu bekerja dalam keadaan hampir hening total. Sang penjaga gereja
mulai cemas.
Lalu pada hari ketiga, persis tengah hari, lembah itu sekali lagi penuh
dengan music yang anggun. Para petani menjatuhkan alat bajaknya, para pedagang
menutup tokonya, semua orang dikota itu menghentikan apapun yang sedang mereka
kerjakan dan menuju Cathedral itu. Bahkan semak belukar dan pepohonan di puncak
gunung itupun tampaknya memberikan respons terhadap music anggun yang menggema
di lembah itu.
Setelah pria tua itu bermain, seseorang berani menanyakan kepadanya
bagaimana ia bisa memulihkan alat music yang luar biasa itu padahal ahli-ahli
di dunia tidak bisa. Sang orang tua itu hanya mengatakan “sayalah yang membuat
organ ini 50 tahun yang lalu” saya menciptakannya dan berhasil memulihkannya. Allah
yang menciptakan kita, Ia juga yang akan memulihkan kehidupan kita setiap harinya.
Referensi Pendukung
1. Buku, Menikmati Mahatari Terbenam Bersama Allah, Gospel
Press, 2001
2. Buku, Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat Untuk
Semua Orang, Gospel Press, 2002
Posting Komentar untuk "11 Cerita Rohani Kristen "